Belajar Kejujuran

  • Whatsapp
00-ACIP

PERSOALAN kejujuran sepertinya menjadi barang mewah di negeri ini. Karena miskinnya sifat jujur itu, KPK nyaris tiap pekan menjaring anak bangsa dalam operasi tangkap tangan. Yang teraktual Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan ikut terciduk, dan kini dikerangkeng KPK.
Jika nalar waras seseorang bekerja normal, maka serakus apapun perilaku kita, orang akan menahan diri untuk tak melakukan praktek kotor suap dan korupsi itu. Masalahnya, KPK sedang memasang jaring dimana-mana. Namun pertanyaanya, kenapa masih saja ada orang nekad untuk melakukan praktek kotor itu ?
Sepertinya perilaku korup itu nyaris mirip dengan perilaku gangguan kejiwaan. Ia sama dengan penyakit gangguan ketergantungan narkoba. Buktiya, dalam status sebagai tahanan saja, para tawanan korupsi itu masih gencar melalukan praktek culas dengan menyogok para sipir penjara untuk mendapatkan “kenyamanan” di penjara, seperti kasus Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.
Bangsa kita hari ini sepertinya defisit orang-orang yang berintegritas. Kita justru surplus orang-orang nekad dan sangat pragmatis. Kalkulasinya, siapa tau bisa lolos. Mau bukti lagi. Jauh sebelum pendaftaran calon anggota legislatif, KPU telah memwanti-wanti Parpol melalui PKPU agar tak mengirimkan nama caleg yang pernah korupsi. Ternyata tetap saja dikirim. Ada sekitar 200 mantan koruptor itu berkasnya tertolak.
Memang, mempraktekkan kejujuran itu agak berat, ia tak mirip seperti kita menempuh perjalanan di Jalan Tol yang lurus dan mulus. Berjalan dijalur kejujuran pasti akan ditemukan jalan yang terjal dan berliku, bagai labirin yang tak berkesudahan.
Sebaliknya berjalan dijalur ketidakjujuran itu, ia bagai Jalan Tol, sebab mereka ingin memperoleh hasil cepat walau harkat dan martabat dirinya tergadaikan. Untuk itu, orang yang tak jujur seperti koruptor itu, harus dimusnakan sesegera mungkin. Sikap nekad mereka untuk mempraktekkan ketidakjujuran itu bagai nyala api kecil yang akan merambat dan membakar seluruh sisi kehidupan.
Padahal, kejujuran itu merupakan bawaan lahiria manusia. Betapapun moral seseorang itu rusak, namun ia tetap mencintai kejujuran. Termasuk seorang koruptor, mereka juga mencintai kejujuran, karena mereka dipastikan tak ingin anaknya juga menjadi koruptor. Seorang pencopet misalnya, pasti juga berharap anaknya tak menjadi copet. Masalahnya apa yang salah dinegeri ini hingga problem kejujuran menjadi barang yang langka dan sulit ditemukan.
Sepertinya benih-benih kejujuran itu harus dibudidayakan kembali agar ia bisa melahirkan tunas-tunas baru yang kuat dan tegar menghadapi virus ketidakjujuran.
Kita mesti melakukan dari hal yang terkecil. Seorang guru dan dosen, harus jujur dalam menilai angka kelulusan siswa atau mahasiswanya. Sebaliknya, seorang siswa dan mahasiswa juga harus jujur untuk tidak memakai “pelampung” dalam ujian semesteran. Juga wartawan harus berani menolak suap dari narasumber berkantong tebal.
Sangat tak elok rasanya jika ada mahasiswa meneriakkan dengan lantang: hancurkan koruptor, jika mereka juga mempraktekkan ketidakjujuran diruang kelas. Juga seorang atasan harus jujur menilai bawahannya untuk dipromosikan pada kedudukan yang tepat disebuah instansi pemerintahan sipil atau militer.
Jika hal-hal kecil itu tak juga bisa kita lakukan, maka sama nilainya kita mendegradasi kejujuran itu. Artinya kita menjadi bagian yang ikut berkontribusi menggerogoti harapan Bunda Pertiwi. Akhir kata, saya ingin kutip pesan orang bijak yang menasehatkan: Seorang terpelajar harus belajar berlaku jujur sejak dalam pikiran hingga dalam tindakan.***

Pos terkait