Dana Desa Harus Lebih Produktif

  • Whatsapp
hasanuddin Atjo

Oleh  Hasanuddin Atjo

Wakil Ketua MAI

Bacaan Lainnya

 

PROGRAM membangun desa sejak  lama  menjadi fokus dan perhatian pemerintah ditingkat pusat maupun daerah guna meningkatkan pendapatan dan lapangan kerja, serta menekan  pengangguran dengan salah satu  harapan dapat  menahan laju urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota).

Jumlah penduduk Indonesia bermukim di kota di tahun 1971 sebesar 17 persen dan meningkat menjadi 48  persen di  2005.  Selanjutnya  2017 menjadi  52 persen (135 juta jiwa) dan di tahun 2025 diperkirakan mencapai 68 persen, dengan laju pertumbuhan 4,1 persen (tertinggi di dunia) di atas China 3,8 persen dan India 3,1 persen (Srimulyani, Shangri-La Jakarta 19 Desember 2017).

Pemerintah sadar bahwa laju ubanisasi yang tinggi akan menjadi  masalah  besar bila tidak dikendali, karena harus menyiapkan perumahan, mengatur lalu lintas dan keamanan, serta menata kebersihan.  Karena itu di tahun 2018 di Kementerian desa telah dialokasikan dana desa sebesar 60 triliun rupiah (sama 2017) dan di 2019 direncanakan menjadi 85 triliun rupiah.  Sebelumnya di tahun 2015 sekitar 9 triliun rupiah, 2016 sebesar 47 triliun rupiah. 

Prukades dan Padat Karya

Presiden Jokowi di awal tahun 2018 telah menegaskan pemanfaatan dana desa yang relatif besar itu harus lebih produktif, fokus melalui Program Unggulan Kawasan Perdesaan (PRUKADES) yang berorientasi padat karya.  Secara nyata sejak tahun 2015 Pemerintah telah mengalokasikan anggaran  desa antara 1 – 1,5 milyar rupiah/desa/tahundan dikelola mandiri oleh desa. Menjadi ironi kemudian pasca implementasi program ini  banyak aparat desa terpaksa berhadapan  dengan masalah hukum karena penyimpangan pemanfaatan dana desa baik disengaja ataupun tidak; sejumlah program tidak tepat sasaran karena proses perencanaan oleh aparat desa dan pendamping kurang berorientasi pasar dan keterkaitan program dikarenakan adanya sejumlah keterbatasan. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa harmonisasi program lintas kementerian teknis dipandang oleh sejumlah kalangan belum berlangsung sebagaimana mestinya. Antara lain  masih kental dengan mindset ego sektor ” seperti pandangan kalau program ini sukses, maka yang sukses adalah kementerian tertentu”.  Seharusnya pandangan seperti itu sudah tidak ada lagi di era global seperti ini apalagi menghadapi keberadaan generasi melenial dan tuntutan era industri 4.0.

Pos terkait