Dirancang Miliki Magnit
Ada tiga modal dasar merancang pembangunan desa agar memiliki daya tarik atau magnit yaitu (1) Desa memiliki sumberdaya alam yang potensial mulai pesisir, dataran rendah dan dataran tinggi untuk dimanfaatkan menjadi kegiatan ekonomi produktif seperti perikanan, pertanian pangan, perkebunan, peternakan dan kehutanan; (2) Pemerintah telah mengeluarkan Inpres desa dalam rangka membangun ekonomi desa; dan (3) Indonesia memiliki sumberdaya terdidik dalam bentuk pengangguran terbuka di tahun 2017 sebesar 7 juta jiwa. Jikalau tiga modal dasar itu didesain secara terstruktur yaitu berorientasi pasar, berbasis teknologi, dan pendekatan industrialisasi serta dikawal pendamping yang siap, maka diyakini program pembangunan desa memiliki daya magnit yang kuat untuk memotivasi generasi muda terutama yang terdidik untuk bekerja di desa, karena telah tersedia lapangan kerja sesuai keinginannya. Saat ini, data menunjukkan banyak lulusan pendidikan vokasi setingkat SLA, Diploma bahkan sarjana setelah lulus kurang tertarik bekerja di desa karena tidak tersedia lapangan kerja sesuai keinginannya. Mereka lebih tertarik bekerja di kota meskipun tidak sesuai seperti menjadi pengemudi angkutan aplikasi berbasis digital (Grab,Gojek dan sejenisnya), petugas Counter di mall sampai kepada bekerja serabutan.Bisa dibayangkan menghabiskan waktu dan biaya untuk kuliah 4 – 5 tahun kemudian akhirnya bekerja pada bidang yang jauh dari kompetensinya, merupakan tantangan dunia pendidikan.
Teknologi Supra dan Industri 4.0
Tahun 2012 di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rhokmin Dahuri melounching teknologi budidaya udang supra intensif karya anak bangsa yang dikembangkan oleh Hasanuddin Atjo, Wakil ketua MAI. Hal yang spesifik dari teknologi ini adalah tidak membutuhkan lahan luas, produktifitas sangat tinggi mencapai 6 kg per kubik air (luas kolam 1000 m2atau 0.1 ha, kedalaman air 2.5 m menghasilkan udang vaname 15.000 kg/4 bulan). Melalui kajian yang cukup panjang di bulan Februari 2018 bertempat di Kota Palu, Sulawesi Tengah wakil ketua komisi 4 DPR RI, Room Kono melounching teknologi budidaya udang vaname supra intensif skala rakyat. Perbedaan dengan teknologi sebelumnya terletak pada konstruksinya. Teknologi yang dilounching tahun 2012 menggunakan konstruksi beton dan relatif mahal, sedangkan yang dilounching tahun 2018 kolamnya terbuat dari plastik yang ditopang oleh rangka besi dengan investasi konstruksi yang murah dan mudah dikerjakan, sehingga bisa diakses oleh UMKM. Satu unit usaha Supra skala rakyat membutuhkan lahan 600 m2sebagai tempat 6 kolam plastik @ 50 ton yaitu 4 kolam budidaya, 1 kolam tandon dan 1 kolam untuk instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). Investasi yang dibutuhkan 1 unit usaha sebesar 125 juta rupiah dan modal kerja per siklus (4 bulan) sebesar 40 juta rupiah. Produksi yang dihasilkan mencapai 1200 kg udang vaname dengan nilai jual sebesar 80 juta rupiah dan marjin sebesar 40 juta rupiah per siklus. Satu unit usaha budidaya udang teknologi supra intensif skala rakyat dapat dikelola oleh 1 KK (kepala keluarga) atau 1 kelompok.