PALU EKSPRES, PALU – Ekonomi Sulteng pada triwulan 1 tahun 2019 diperkirakan tumbuh 4,8 persen sampai dengan 5,2 persen year on year (yoy). Perkiraan itu didapat setelah mempertimbangkan imbas dari dampak bencana.
Demikian Kepala Perwakilan BI Sulteng dalam keterangan pers terkait desiminasi kajian ekonomi dan keuangan regional periode November 2018, Rabu 6 Desember 2018 di Palu.
Menurut dia, kegiatan konsumsi sektor rumah tangga dan pemerintah serta aktifitas di sektor perdagangan diperkirakan masih belum optimal. Sementara sektor pertanian juga masih dalam masa tanam. Selain itu untuk proyek proyek pemerintah juga masih belum tahap persiapan.
Dalam hal ini kata Miyono pertumbuhan ekonomi pada TW 1 2019 akan lebih banyak ditopang dari sektor ekspor yang diperkirakan masih tumbuh positif. Meskipun kinerjanya diperkirakan tidak sebagus TW tahun 2018. Hal itu sejalan dengan perkiraan melemahnya ekonomi Tiongkok sebagai negara importir stainless steel dari Sulteng. Sebagai dampak perang dagang terutama dengan Amerika Serikat.
Momen Pemilu 2019 pun tampaknya jelas Miyono akan sedikit mendorong gairah konsumsi masyarakat dan pemerintah Sulteng. Secara tahunan ekonomi Sulteng 2019 diperkirakan tumbuh 6.0 sampai 6,4 persen (yoy). Lebih rendah dari pertumbuhan 2017 yang tercatat 7,14persen. Dan diperkirakan 2018 yakni 6,1 sampai 6,5 persen (yoy).
Secara umum, menurut dia, selain dari konsumsi, faktor penopang pertumbuhan ekonomi 2019 bersumber dari kinerja ekspor yang diperkirakan masih akan tetap tumbuh positif. “Sementara untuk menopang pertumbuhan ekonomis, kredit perbankan juga diharapkan masih tetap tumbuh positif dikisaran 10persen,” jelas Miyono.
Sementara inflasi Sulteng pada akhir TW 1 2019 diperkirakan berada pada kisaran 3,2 sampai 3,6 persen (yoy). Menurutnya, terkendalinya inflasi pada TW 1 tidak terlepas dari berbagai upaya antisipasi yang akan dilakukan TPID dalam mengendalikan ekspektasi konsumen dan menjaga pasokan komoditas kebutuhan pokok masyarakat.
Termasuk kata Miyono kebutuhan bahan bahan bangunan yang sangat diperlukan setelah memasuki tahap konstruksi paska bencana. Sedangkan dari sisi kelompok bahan makanan diperkirakan akan semakin terkendali dengan semakin jelasnya aturan perdagangan antar daerah. Yakni Peraturan Menteri Perdagangan nomor 29/M-DAG/PER/5/2017 tentang perdagangan antar pulau. Aturan ini mengharuskan pemenuhan kebutuhan domestik lebih didahulukan dibanding kebutuhan daerah lain agar dalam implementasinya peraturan ini dapat berjalan efektif di lapangan perlu pengawasan ketat.