Memang patut diakui bawa danau dan juga sungai adalah wilayah tak bertuan. Laut, ada menterinya, hutan ada menterinya, tanah ada menterinya. Tapi, danau dan sungai, tidak ada. Padahal, di danau dan sungai, ada sekian juta manusia menggantung hidup baik secara deterministik maupun tidak langsung. Barangkali itu, sehingga status kewenangan untuk mengurusnya amatlah lemah.
Pernyataan komitmen yang saya dengar dari Menteri LHK, Bappenas dan PUPR saat beri pidato kebijakan, sangat baik. Tapi, siapa atau pihak mana yang memegang kandali, mempertemukan, memonitor, mengevaluasi dan menindaklanjutinya, masih jadi soal.
Saya beri satu contoh tentang ancaman kepunahan ikan sidat di danau Poso. PLTA Sulewana telah merancang pasang Fish way, tapi efektivitasnya masih diragukan. Ada usulan teknologi lift seperti yang ada Perancis untuk ikan Salmon. Namun, siapa yang mau mengambil tanggung jawab ini ?
Di soal yang lain, saya mencatat berkali kali menteri PUPR menyentil dalam pemaparannya. Ketika kami bekerja di lapangan untuk urusan danau ini, kami selalu merasa kesepian. Saya diskusikan hal ini dengan kawan-kawan di kementerian LHK, mereka jawab dengan kelakar tapi serius. Bagaimana tidak sepi, kami tidak diajak.
Selanjutnya, akan makin panjang pertanyaannya, kalau dibolak balik. Semua akan memproduksi alasan masing-masing.
Nah, inilah masalah kita yang sesungguhnya kalau bekerja. Tidak mengajak (kolaborasi). Tidak mau diajak (partisipasi, malas). Tidak berkomunikasi (koordinasi). Tidak mau tahu (masa bodoh). Tidak peduli (takut rugi). Tidak berinisiatif (baku harap). Tidak bertanggung jawab (lalai, hianat). Semua tabiat ini selalu mencuat ketika kita evaluasi menagemen pengelolaan, tentang apa saja di negeri kita. Ini contoh kongkritnya.
Selaku penyusun Amdal dan KLHS, saya sering menemukan rekomendasi dan implementasi yang berjarak menyolok. RKL dan RPL Amdal mengamanahkan penanaman sawit hanya boleh pada kemiringan tertentu. Namun, di lapangan akan kita temui pohon sawit ditanam di puncak gunung oleh pemrakarsa. Mengapa bisa..? Mungkin, karena peraturan dibuat untuk dilanggar.
Maka, bisa tercegah, hanya bila monitoring, evaluasi dan komitmen dijalankan secara periodik dan konsisten.