Moratorium UN, Jangan Lupakan Instrumen Pengganti

  • Whatsapp

Lukman Nadjamuddin

*Problem Pendidikan di Indonesia Diselesaikan dengan Karakteristik Indonesia

PALU, PE — Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Muhadjir Effendi, tentang moratorium (penghentian sementara) pelaksanaan Ujian Nasional (UN), mendapat tanggapan dari praktisi pendidikan di Kota Palu.

Akademisi Universitas Tadulako (Untad), Lukman Nadjamuddin, berpendapat, pelaksanaan UN hendaknya tidak dijadikan alat untuk menentukan kelulusan para siswa, namun lebih sebagai alat untuk memetakan (maping) kondisi pendidikan di Indonesia. Menurut Lukman, meskipun nantinya UN akan dimoratorium, namun pemerintah harus menyediakan instrumen pengganti untuk memetakan kondisi pendidikan di Indonesia.

“Saya kira itu (moratorium UN) sesuatu yang positif. Namun tetap harus ada instrumen atau alat penilaian, yang bisa memetakan tentang kondisi ril pendidikan kita, agar pemerintah mudah memberikan upaya-upaya penyelesaian,” kata Lukman, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa 29 November 2016.

Lukman berpendapat, dengan kondisi pendidikan di Indonesia yang belum merata, pelaksanaan UN jika dijadikan sebagai syarat kelulusan para siswa, dapat menimbulkan masalah. Selain itu, UN selama ini sering hanya menjadi simbol prestise keberhasilan sebuah sekolah maupun Kepala Sekolah, sehingga pihak sekolah berlomba-lomba meluluskan siswanya, meskipun dengan jalan yang manipulatif.

“Kalau (UN) dijadikan syarat kelulusan itu jadi problem. Bagaimana mungkin itu bisa jadi syarat kelulusan dengan soal-soal yang sama, tapi siswa sekolah di tempat, fasilitas dan memiliki akses informasi yang berbeda. Ini kan jadi tidak adil jika dijadikan syarat kelulusan,” ujarnya.

Yang juga jadi problem kata dia, selama ini sering UN menjadi simbol prestise. Keberhasilan kepala sekolah ditentukan dari berapa banyak siswanya yang lulus. “Ini berarti pendidikan hanya dilihat dari hasilnya, kita sering mengabaikan aspek perencanaan dan prosesnya,” jelas Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untad ini.

Lebih jauh, Lukman menjelaskan, problematika pendidikan di Indonesia, hendaknya dituntaskan dengan karakteristik Indonesia, tanpa melihat dan mencontoh lagi ke negara luar, salah satunya dengan Finlandia, yang disebut-sebut memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia.

“Kita sebenarnya tidak perlu mencontoh dari negara manapun, karena kita beda karekter. Finlandia misalnya, di sana penduduknya hanya sedikit, sedangkan kita banyak dan menyebar, dengan karakteristik yang beragam dan sangat kompleks,”.

Jadi menurut Lukman,  problem pendidikan di Indonesia juga harus diselesaikan dengan karakteristik Indonesia.  “Nah ini yang sampai saat ini belum ditemukan, mungkin masih butuh waktu,” jelas Lukman lagi.

Kepala Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) Palu, Soim Anwar turut mengapresiasi rencana moratorium UN. Menurutnya, pembiayaan UN yang sangat besar, mencapai Rp500 Milyar dari APBN per tahun, saat ini hendaknya mulai dialihkan kepada pemerataan fasilitas pendidikan di daerah-daerah.

Menurut Soim, pelaksanaan UN dari tahun ke tahun sebelumnya, telah cukup dijadikan pemetaan terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Sehingga, mulai tahun 2017, biaya pelaksanaan UN yang tergolong besar dapat segera dialihkan pada upaya pemerataan tersebut.

“Pembiayaan UN itu cukup besar, jika dialihkan ke pemerataan fasilitas itu justru lebih bermakna lagi, daripada habis untuk pelaksanaan UN lagi,” ujar Soim saat dihubungi via telepon.

Menurutnya, UN dari tahun ke tahun sudah cukup dijadikan alat pemetaan. Sehingga kalau terus menerus dilaksanakan menjadi tidak lebih bermakna. Tetapi, kalau dana itu diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, “Peningkatan kompetensi guru, atau peningkatan tenaga pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang lebih bermakna, itu akan menjadi lebih bagus untuk Pendidikan kita,” tandas Soim.

Rencana Mendikbud RI untuk memoratorium UN, kini tinggal menunggu persetujuan Presiden RI untuk dijadikan Intsruksi Presiden (Inpres). Jika Inpres tersebut dikeluarkan, maka mulai tahun ajaran 2016-2017, pelaksanaan UN resmi ditiadakan sementara oleh pemerintah. (mg01)

Pos terkait