Sehingga, bagaimanapun bentuk rumah yang mereka bangun, tak akan sulit bagi mereka menyesuaikan karena pondasinya kuat. “Pondasinya tetap sepanjang jaman, rumahnya yang berbeda-beda,” ujar pendiri School of Human di Cibubur ini.
Namun meskipun, pada akhirnya agama yang menjadi pondasi kehidupan, kita tak boleh pula meninggalkan perubahan itu sendiri. Kita tak bisa menafikan dan mengabaikan perubahan. Bila kita tak mengikuti perubahan kondisi jaman, maka akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri.
Meninggalkan gadget, karena dianggap membahayakan anak-anak, bukan solusi yang benar disaat kita hidup di era digital saat ini. “Ukurannya, bila anak-anak bisa memanfaatkan gadge dan internet untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah, ini artinya bermanfaat,” tandas Dr Munif.
Maka sekolahpun harus memahami perubahan yang terjadi mengikuti jamannya. Sekolah tak boleh membuat kurikulum yang tidak sesuai jaman dan kebutuhan anak-anak didik. Ada 4 poin yang disampaikan Munif untuk ukuran sekolah “keren”.
Pertama, isi kurikulum sekolah harus kontekstual sesuai kebutuhan anak. Kedua, sekolah yang membangun karakter dan akhlak anak-anak. Sebab kata Munif, akhlak akan menjadi cahaya untuk mereka bertumbuh. Ketiga, sekolah menjadi sumber informasi yang banyak, multi source. Ke empat, sekolah bisa meluluskan murid dan siswa yang memiliki literasi yang bisa disampaikan kepada masyarakat. (***)