Sesudah puisi, saya ingin nyanyi beberapa lagu termasuk lagu tentang Bung Hata. Tapi tidak cukup waktu. Meski begitu, saya ingin sekali menulis. Saya hafal karena pernah menyanyikannya pada 17 Agustus 1995 di konsulat Indonesia, kota Marseille, dekat Monaco.
Ini syairnya :”Tuhan, terlalu cepat semua. Kau ambil satu satunya yang tersisa. Proklamator tercinta. Lugu, jujur dan sederhana. Mengerti apa yang tersimpan dalam jiwa. Rakyat Indonesia”.
“Hujan air mata dari pelosok negeri. Saat melepas engkau pergi. Berjuta kepala tertunduk haru. Teringat nama seorang sahabat., yang tak lepas dari nama mu. Bernisan bangga, berkafan doa,,dari kami yang merindukan orang seperti mu”.
**
Lagu ini dikarang oleh Iwan Fals. Seperti Rendra, Iwan juga melawan dengan seni. Negeri seperti kehilangan pegangan. Tidak lahir, figur teladan yang berani dan rela. Semua ingin ambil apa yang bisa di raih. Semua merasa pantas memimpin. Semua ingin berkuasa.
Dan, Bung Hata memberi contoh. Ketika banyak orang bangkit merebut kekuasaan itu dengan semua cara. Dia, Bung Hata, justru melepasnya. Untuk sebuah Prinsip yang ditegakannya. Langka. Dan, kita rindu, ada lagi saat ini. Sayang, tidak terlihat. Wallahua’lam.