Warga Olaya Parimo Keluhkan Air Sungai Jadi Keruh

  • Whatsapp

RAPAT MEDIASI – DLH Parimo gelar rapat mediasi tindak-lanjut laporan warga terkait pencemaran air sungai diduga akibat air limbah penambangan tanpa  izin yang ada di Desa Kayuboko. Rabu, (10/7/2019). Foto : ASWADIN/PE.

PALU EKSPRES, PARIGI– Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) menggelar rapat mediasi terkait laporan masyarakat Desa Olaya Kecamatan Parigi mengenai pencemaran sungai, di aula DLH Parimo, Rabu 10 Juli 2019.

Dalam rapat mediasi tersebut, sebagai pihak pengadu Desa Olaya, dan pihak teradu Desa Kayuboko Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong.
Desa Kayuboko sebagai pihak teradu diduga membuang limbah dari penambangan tanpa izin (Peti) ke dalam sungai sehingga menyebabkan air keruh di sepanjang aliran sungai hingga ke pantai.

Sekretaris Desa (Sekdes) Kayuboko, Rifandi sebagai pihak teradu di hadapan peserta rapat mengatakan, penyebab air sungai keruh karena di desanya saat bulan Juni lalu, ada pekerjaan membuka jalan desa menuju kantong produksi.

“Di Kayuboko itu ada jalan dibuka menuju kantong produksi, kebetulan jalan yang dibuka itu berdekatan dengan sungai dan di lokasi itu ada gunung yang dikeruk oleh alat berat, sehingga menyebabkan air keruh. Dan, itu saya pastikan bukan air limbah dari tambang,” ujarnya.

Ia mengaku tidak mengetahui pasti siapa pemilik alat berat yang saat ini berada di lokasi penambangan tersebut. Sebagai Sekdes, Ia juga mengaku tidak mengetahui banyak soal urusan tambang yang ada di Desa Kayuboko. Bahkan pihaknya sudah pernah melakukan upaya untuk menutup aktifitas penambangan tetapi tidak bisa.

“Bukan kita tidak bisa lakukan upaya Pak, tapi kita juga sudah berupaya kemarin, dan ada surat tembusan dari Kapolda Suteng sudah ditindaklanjuti dan sudah ditangan pihak DLH. Jadi dengan adanya surat imbauan itu akan dilakukan pemberhentian. Boleh beroprasi tapi manual, tidak boleh menggunakan alat berat, mercuri dan bahan lainnya,” kata Rifandi. 

Sementara Kepala Dusun I Desa Olaya, Poli Samsudin mengatakan, masyarakat di desanya melakukan aktivitas mandi, mencuci pakaian dan minum, terpaksa harus menggunakan air hujan.
“Jadi kami di situ minum pakai air hujan, mandi juga dengan air hujan, begitupun mencuci pakaian, dan setahu saya ini berlangsung sejak tahun 2018,” terangnya.

Pos terkait