Oleh H. Haerolah Muh. Arief (Kepala KUA Kecamatan Palu Barat
dan Dosen FAI Unisa Palu)
SUATU waktu Rasulullah Saw membacakan firman Allah kepada para sahabatnya, “siapa yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang mulia. (QS. Al-Hadid[57] ayat 11)
Para sahabat heran dan penasaran mendengarnya. Tak terkecuali Abu Dahdah. Ia memberanikan diri bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Allah Swt. perlu berutang? Bukankah Dia Maha Kaya?
Pinjaman dimaksud dalam ayat tersebut, ternyata tidak seperti yang dibayangkan para sahabat. Rasulullah Saw memberi perumpamaan, “Engkau memberikan makanan kepada orang yang sedang lapar, menyuguhkan minuman kepada orang yang sedang dahaga, memberikan sumbangsih pikiran atau nasihat kepada orang yang sedang galau dan resah, semuanya adalah pinjaman kepada Allah Swt.”
Jawaban Nabi tersebut adalah realitas kehidupan sehari-hari. Kita dengan mudah menjumpainya. Terlebih lagi dalam situasi darurat pandemi Covid-19 ini. Pergerakan ekonomi merosot tajam, membuat pekerja banyak yang dirumahkan. Petani sulit menjual hasil pertanian dengan harga normal, karena restoran dan hotel banyak yang tidak beroperasi. Maka secara otomatis, meminjam istilah jurnalis senior Sofyan Arsyad, akan lahir ODP-ODP baru (Orang Drop Pendapatan). Mereka butuh pertolongan untuk dapat bertahan hidup. Dan jika hati Anda tergerak untuk membantu ODP dan kaum dhuafa yang tengah dililit kesulitan, maka tanpa disadari Allah berhutang kepada Anda.
Dalam konteks ini, pada dasarnya Allah-lah yang membantu mereka. Namun Dia menggunakan tangan Anda dalam menanggulangi kebutuhan orang-orang yang menanti uluran tangan. Ibarat berhutang, Allah akan mengganti apa yang telah Anda sumbangkan karena mengharap ridha-Nya. Bukan riya apalagi sekadar mencari popularitas.
Menjalani hidup ini, tak seorang pun bisa lepas dari orang lain. Saling membutuhkan. Orang yang tidak meluangkan hatinya untuk berbagi dengan saudaranya adalah mereka yang kosong hidupnya dari rasa kasih sayang. Dalam ajaran Islam, memberikan sesuatu untuk melapangkan orang lain, sama dengan memberikan pinjaman kepada Allah. Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik dan berlipat ganda. Dalam hadis Nabi disebutkan: “Harta tidak akan berkurang karena diberikan (disedekahkan). HR. Ahmad, Muslim dan al-Tirmidzi)