Jika boleh diibaratkan, manusia sebelum memasuki ramadhan laksana bulir-bulir padi, masih ada kulitnya (sekam), masih ada kulit ari padinya yang notabene adalah kotoran, (pada manusia) mungkin dosa, maksiat kita kepada Allah. Kemudian memasuki ramadhan ibaratnya masuk pada mesin penggilingan padi.
Memang, tidak semua padi yang ada dalam karung ketika ditumpah ke dalam mesin giling akan seluruhnya masuk, pun juga ada yang ke luar baik itu sebelum digiling, sementara digiling dan setelah selesai digiling. Jujur ketika padi digiling pada mesin penggilingan atau manusia sementara ditempa saat ramadhan pasti akan mengalami rasa sakit, haus, lapar dan dahaga. Tetapi proses itulah yang menentukan apakah ia akan menjadi beras putih dan/ atau apakah ia akan menjadi manusia muttakin.
Ilustrasi padi sebelum digiling dan menghasilkan beras setelah digiling merupakan simbol life of changes kita, perubahan besar dalam hidup kita. Kulit-kulit padi akan ditanggalkan, dosa dan kemaksiatan akan ditinggalkan, kemudian keluarlah butir-butir putih beras yang layak untuk dikonsumsi dan bernilai tinggi. Putih dan fitrah itulah yang dikehendaki, karena memasuki gerbang mudik 1 Syawal 1441 H nanti, kita tidak kembali memakai pakaian dosa dan maksiat. Tetapi kita berharap dapat memakai pakaian takwa. Ibaratnya beras yang sudah siap ditanak, tidak elok kiranya membungkusnya kembali dengan kulit padi yang telah dilepaskan, begitulah seharusnya kita.
Pesan Ramadhan ditengah pandemi wabah covid-19 ini terlalu besar untuk dimaknai. Tetapi, setelah kita memenuhi syarat menjadi peserta mudik nanti, kita berharap Allah senantiasa meng-istiqamah-kan kita dengan aroma dan corak Ramadhan yang harum nan indah, agar kehidupan kita setelah Ramadhan memberi makna dan dapat dimaknai oleh kita dan orang lain. Wallahu a’lam*