Ramadhan, Jangan Hilang !

  • Whatsapp
Hendi S Syafii. Foto: Istimewa

(Sebuah Refleksi)

Oleh Hendi S. Syafii (Kepala KUA Kecamatan Poso Kota)

Bacaan Lainnya

Beberapa hari lagi kita akan menikmati Ramadhan, setelah tiga pekan berlalu merasainya, adakah yang berubah dari kita? Ataukah masih seperti sediakala?
Sabar, tidak usah gegabah untuk menjawabnya, apalagi harus bertanya kepada teman, rekan, saudara, saya kira tidaklah perlu. Kita jawab saja pertanyaan-pertanyaan sederhana itu dengan jujur. Toh, sesungguh-nya pertanyaan itu bersumber dari satu bilik hati kita yang lain.
Melihat dinamika beberapa tahun terakhir, mungkin ada benarnya apa yang dikatakan oleh Huston Smith (seorang guru besar Studi Agama asal Amerika Serikat), “… bahwa pelaksanaan rutin agama seakan-akan telah memalsukan amal yang murni, yang didambakan, bahwa semangat yang bernyala-nyala telah redup, dan bahwa kebaktian kepada Allah dan rasul-Nya telah merosot menjadi sekedar permainan kata-kata yang tidak mempunyai makna” (Huston Smith, Agama-agama Manusia, 295).
Sedikit unik memang pernyataan beliau (baca: Huston Smith). Tetapi jika kita melakukan refleksi, maka akan mendapati eksistensi kita hari ini, bahwa banyaknya indikasi keshalehan sosial yang terjadi tidaklah lebih dari hanya sekedar tampilan di balik lensa (walau ini kadang terjadi dan tidak semua seperti ini). Improvisasi kata demi kata yang seakan menggaungkan keshalehan yang sesungguhnya tidaklah sholeh itu, semakin sering kita jumpai. Terlalu banyak motif kayaknya.
Memang benar, bahwa innamal a’malu binniyat. Amal itu tergantung niatnya. Tapi betapa susahnya itu, karena niat itu adanya dalam hati. Kemudian isi hati siapakah itu, yang akan diketahui oleh siapa. Kecuali sang Khalik pencipta kita.
Ramadhan juga mengajarkan kita untuk berpikir jenih, bersih dan positif. Maka, janganlah hanya menganggap Ramadhan sebagai sebuah formalitas tahunan semata. Seluruh proses yang terjadi didalamnya harus secara kaffah dinikmati (baca: diaplikasikan). Karenanya, harapan yang harus terus ada, bahwa semangat ramadhan semoga selalu hadir menjadi penetralisir semua keadaan. Kalau toh ia harus pergi karena telah tiba waktunya untuk pergi, tidaklah mengapa, toh sesuatu yang pergi insya Allah akan kembali. Akan tetapi jika semangat Ramadhan itu hilang, porak-porandalah kita. Kita harus berharap bahwa Ramadhan jangan hilang. Yah, Ramadhan jangan hilang. Sebab Ramadhan begitu dirindukan, karenanya semua kemaksiatan dan dosa dipalingkan, juga karenanya semua amal-amal kebajikan berlomba dikerjakan. Ramadhan dirindukan oleh hati-hati yang rindu akan ketenteraman, rindu akan kenikmatan sejati, rindu akan kepekaan-kepekaan nurani.
Ramadhan, jangan hilang. Engkau harus menempa setiap hati yang keras agar lunak dan senantiasa mengikuti jalan dan koridor kebenaran, tanpa riya’ dan pamrih. QS: Al-Baqarah (2) : 264 : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…”
Ramadhan melalui ibadah puasanya mampu mendewasakan kita pada lini spiritual, yang tersirat pada kedewasaan sosial kita. Kadang kita emosional, maka butuh kesabaran yang ada pada ramadhan. Kadang kita gusar dan gelisah, maka butuh ketenangan yang ada pada ramadhan. Kadang kita ragu dan berputus asa, maka butuh kepercayaan yang ada pada ramadhan.
Wujud bimbingan Ilahi itu sesungguhnya dimulai dengan adanya perjanjian primordial (terjadi sebelum lahir ke bumi) dalam suatu kesaksian dan pengakuan oleh manusia bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan (rabb) manusia. Kesaksian dan pengakuan itu mengandung makna kesediaan untuk tunduk, patuh, taat dan pasrah atau berislam kepada-Nya, yang sikap-sikap itu, berhasil atau gagal, dipertanggungjawabkan di hari kiamat. (Nurcholis Madjid, Passing Over: Melintasi Batas Agama, 10).
Hal itu Senada dengan firman Allah QS: al-Mukmin (40) : 17. ”Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya”. Perjanjian telah digelar. Ikrar telah terucap dengan lantangnya. Allah telah menyiapkan sarana penunjang agar kita istiqamah dengan perjanjian kita dan dapat memenuhinya.
Harapan tentang semangat Ramadhan agar selalu ada dan menjelma di setiap bulan harus dikobarkan. Harapan tentang Ramadhan jangan hilang harus terus digaungkan, walau saat itu bukan saat Ramadhan. Kita menginginkan nuansa dan semangat Ramadhan akan selalu hadir dan ada di setiap bulannya. Ramadhan yang akan selalu datang menghiasi wajah-wajah muslim, mukmin dan muttaqin, di semua waktu-waktunya. Wallahu a’lam*

Pos terkait