Oleh H. Sofyan Arsyad
IBADAH puasa hampir sepekan berlalu. Ibadah sirriyah (rahasia) ini pada hakekatnya berfungsi melatih seseorang untuk berlaku jujur. Pertanyaannya adalah, jujur yang dikehendaki puasa apakah bersifat unlimited (tidak terbatas) atau cukup 30 hari saja?
Pertanyaan ini penting di era “darurat moral”. Disaat orang jujur hampir punah. Ketika mencari orang pintar, terkadang lebih mudah daripada menemukan orang jujur. Sampai-sampai ada ungkapan, ”kalau jujur akan terbujur, kalau lurus akan kurus, dan kalau ikhlas akan tergilas”.
Prinsip hidup kalangan “bermazhab” menghalalkan segala cara ini, telah diprediksi Rasulullah SAW. Kata Nabi, “Suatu saat nanti, diakhir zaman, manusia dalam mencari harta, tidak mempedulikan lagi mana yang halal dan mana yang haram.” (HR Muslim).
Jika ditilik seksama, perilaku dan mental korup tidak berdiri sendiri. Imam al-Ghazali berpandangan, seluruh perbuatan dan ucapan seseorang tergantung pada apa yang masuk ke dalam perutnya. Jika barang haram yang masuk, maka yang keluar dari mulut dan perilakunya adalah keharaman. Demikian halnya jika yang masuk dalam perutnya berlebihan, maka dari mulut dan tindakannya akan keluar sesuatu yang berlebihan pula.
Kisah sebutir kurma Ibrahim bin Adham, sufi ternama yang zuhud, nyaris mustahil dijumpai di era kini. Seperti biasa, usai menjalankan ibadah haji, Ibrahim membeli satu kilogram kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram. Saat kurma ditimbang, ia melihat sebutir kurma tergeletak di dekat timbangan. Ibrahim menduga itu bagian dari kurma yang dibelinya. Ia memungut, lalu memakannya.
Empat bulan berselang, Ibrahim berkunjung ke masjid al-Aqsa. Ia salat dan berdoa di bawah kubah. Ibrahim terkejut. Sayup-sayup ia mendengar percakapan dua malakait tentang dirinya. Seorang dari malaikat itu berkata, “Sungguh kasihan Ibrahim bin Adham. Doanya ditolak karena ia memakan sebutir kurma yang bukan haknya, empat bulan lalu.”
Ibrahim galau. Ia segera kembali ke masjidil haram. Ingin bertemu si penjual kurma dan minta dihalalkan. Celakanya, pedagang tua itu telah wafat. Namun demi “me-new halalkan” sebutir kurma yang dulu terlanjur dimakan, Ibrahim rela keluar-masuk kampung mencari dan minta keikhlasan 12 orang ahli waris si pedagang tua.