Pengakuan Sejumlah Korban Preman Kampung di Donggala, Rumah Dilempari hingga Perut Ditimpuk Batu Besar

  • Whatsapp
Ilustrasi preman kampung. Foto: Solopos


PALU EKSPRES, DONGGALA – Kasus penembakan terhadap seorang warga yang selama ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atas nama Reynaldi, di Desa Toaya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, kini menuai kontroversi di kalangan masyarakat khususnya warga Kabupaten Donggala.
Bahkan kasus ini sempat viral di media sosial dan pada umumnya warganet terkesan menyalahkan pihak aparat kepolisian yang dianggap telah melakukan tindakan semena-mena terhadap Reynaldi yang notabene adalah DPO atas sejumlah kasus kriminal yang dilakukannya di wilayah Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala.
Namun kenyataannya, Reynaldi yang sebelumnya diviralkan di medsos sebagai korban tindakan semena-mena oleh aparat kepolisian justeru adalah seorang preman yang selama ini selalu membuat keonaran di masyarakat khususnya warga Desa Toaya dan sekitarnya.
Berdasarkan hasil penelusuran media ini di lapangan pada Rabu (27/5/2020), dan telah menemui bahkan mewawancarai sejumlah korban dan saksi atas aksi premanisme oleh Reynaldi yang selama ini telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Di antaranya adalah SD (40), warga Dusun 1 Desa Toaya Induk. Kepada wartawan, yang bersangkutan mengakui bahwa dirinya merupakan salah satu korban aksi premanisme yang dilakukan oleh Reynaldi yang sekarang masih dalam perawatan tim medis di RS Bhayangkara Palu.
Dari penuturannya, SD mengaku bahwa mata sebelah kirinya sempat bengkak dan biru lebam karena pukulan (bogem) yang dilakukan oleh Reynaldi. Sementara SD mengakui juga dirinya tidak punya masalah dengan Reynaldi yang akrab disapa Rey. Kata SD, Rey hanya punya masalah dengan dua rekan kerjanya.
“Saya waktu itu kerja batukang di rumah om saya. Terus tiba-tiba si Rey dengan seorang temannya bernama Milan datang ke tempat kerja saya. Awalnya Rey ini hanya bermasalah dengan dua rekan kerja saya, yang mana pada waktu itu entah ke mana, saya juga tidak tahu. Kemudian Rey menuduh saya menyembunyikan mereka lalu sayapun tidak menyangka kalau akan terjadi kekerasan terhadap saya. Waktu itu Rey ke dalam ambil martelu (Palu-palu,red), kemudian dengan martelu itu, Rey mau pukul saya tapi saya sempat tangkap itu martelu. Lalu saya tarik dan pada saat itu si Rey langsung menendang bagian dada saya kemudian saya terjatuh dan saya pun tidak melakukan perlawanan balik. Kenapa, karena saya masih berpikir panjang, memikirkan anak istri saya,” kata SD, yang kemudian berinisiatif melaporkan kejadian itu ke pihak berwajib di Polsek Sindue. Dan saat itu pula SD melakukan visum di puskesmas terdekat.
” Itu ada bukti visum dan bukti laporan polisinya,” kata SD sembari memperlihatkan bukti visumnya.
Korban lainnya bernama ISH (52) warga dusun 6 Desa Toaya, Kecamatan Sindue. ISH juga mengakui kalau dirinya adalah salah satu korban aksi premanisme Reynaldi atau Rey.
Menurut ISH, pihaknya tidak ada masalah dengan Rey. Tiba-tiba malam itu Rey langsung datang memukul bagian perut anaknya yang sementara tidur-tiduran di bangku panjang di teras rumah ISH.
” Saya lihat secara spontan saat itu Rey memukul bagian perut anak saya dengan batu besar dan pas kenanya di bagian tulang rusuk sebelah kanan. Jadi sontak saja anak saya meringis kesakitan dan tidak bisa bangun hingga akhirnya hanya bisa dibopong dibawa ke puskesmas terdekat. Dan si Rey habis memukul langsung pergi,” ungkap ISH.
Selang beberapa hari kemudian, Rumah ISH dilempari batu oleh si Rey. Dan memecahkan kaca jendela rumah ISH.
” Setelah memukul anak saya dengan batu, beberapa hari kemudian si Rey datang lagi dan melempari rumah saya dengan batu besar hingga kaca jendela pecah,” kata ISH, yang mengaku juga sudah melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian di Polsek Sindue.
Selain korban SD dan ISH, mungkin masih banyak lagi korban lainnya yang tidak berani melapor ke pihak berwajib. Dengan alasan mereka pada takut dengan ulah Rey yang sukanya bikin onar di kampung-kampung.
Korban aksi premanisme lainnya yang dilakukan oleh Rey adalah seorang mahasiswa. Hal itu berdasarkan keterangan dua orang saksi berinisial ARD (31) dan RMG (40). Ke duanya adalah warga Desa Toaya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. Keduanya mengaku melihat secara langsung kejadian pada malam itu.
” Saya melihat korban (mahasiswa, red) sudah bersimbah darah dan masih terus saja diinjak-injak oleh si Rey ini. Tentunya secara manusiawi, saya menghentikan sepeda motor saya dan saya langsung menarik korban . Itupun kondisi korban masih terus diinjak-injak oleh Rey. Tanpa bertanya saya menarik korban dan membawanya ke salah satu kios terdekat dari TKP itu,” kata ARD yang mengaku sama sekali tidak mengenal korban maupun si pelaku.
Demikian halnya saksi lainnya berinisial RMG yang saat itu berboncengan dengan ARD. Menurutnya, mereka sempat melihat sepeda motor yang dikendarai oleh korban (mahasiswa,red) dipalang dengan sepeda motor milik Rey. Dan kejadian malam itu, Rey langsung memberikan bogem mentah ke wajah korban tepat mengenai bagian pelipis sebelah kanannya. Hingga darah terus bercucuran. ” Kami lihat si korban sudah bersimbah darah pasca dibogem oleh pelaku (Rey). Jadi kami berdua langsung menolong korban dan membawanya pergi dari tempat kejadian itu,” katanya.
Terkait dengan adanya sejumlah kasus kriminalitas yang dilakukan oleh Reynaldi, hampir sebagian besar masyarakat Desa Toaya merasa sangat bersyukur atas penangkapan Rey oleh aparat kepolisian setempat. Ibaratnya, masyarakat bisa bernafas dengan lega dan tidak lagi dibayangi oleh ketakutan akibat tindakan premanisme Reynaldi alias Rey.
” Alhamdulillah, kami sangat bersyukur karena Rey sudah berhasil ditangkap polisi. Kami baru bisa merasa aman,” kata ISH dan SD.
Sementara itu, dari pihak kepolisian juga membenarkan hal tersebut. Didasari dengan sejumlah laporan polisi yang diadukan oleh masyarakat Desa Toaya.
Dari keterangan Kanit Pidum Polres Donggala, Hisbullah mengatakan ada 6 kasus kriminal yang dilaporkan masyarakat ke Polsek Sindue dengan pelaku Reynaldi alias Rey.
Disebutkannya, kasus pertama adalah Laporan Polisi (LP) No/12//1/2019, tertanggal 26 Januari 2019 tentang dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama yang terjadi pada Sabtu 26 Januari 2019 di Dusun 1 Desa Toaya, Kecamatan Sindue dengan korban pelapor inisial Abd RSY alias SD.
Kasus kedua, dengan LP/132/IX/2018 tertanggal 23 September 2018 tentang perkara dugaan tindak pidana pengeroyokan yang dialami oleh seorang mahasiswa terjadi pada Sabtu 22 September 2018 sekitar pukul 22.45 WITA di Dusun Karumba, Desa Enu Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala dengan korban pelapor inisial WMLY.
Kasus beriukutnya dengan LP/72/VI/2016, tanggal 25 Juni 2016 terkait dugaan tindak pidana penganiayaan terjadi pada Sabtu 25 Juni 2016 sekitar pukul 19.30 WITA di Desa Vunta, Kecamatan Sindue dengan pelapor berinisial ZHR.
Untuk kasus berikut dengan LP/173/X/2019 tertanggal 31 Oktober 2019 terkait dugaan tindakan pengrusakan sekitar pukul 2200 WITA di Jalan Trans Palu -Sabang Dusun V Desa Toaya, Kecamatan Sindue dengan korban pelapor berinisal HRY.
Dan LP/129/X/2019 tertanggal 6 Oktober 2019 tentang dugaan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan yang terjadi pada Minggu 6 Oktober 2019 sekitar pukul 11.15 WITA di rumah terlapor di Dusun III Desa Toaya Vunta, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, dengan korban pelapor berinisial IKS.
Terakhir LP/36/III/2016 tertanggal 27 Maret 2016 tentang kasus tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama terjadi di Desa Toaya Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala dengan korban pelapor berinisial ISH.
” Pelaku memang sudah seringkali membuat onar di kampung-kampung. Jadi si Rey ini yang dikatakan oleh pemberitaan di medsos sebagai korban tindakan semena-mena oleh aparat, terbukti malah justeru adalah DPO. Dan itu dikuatkan dengan sejumlah Laporan Polisi atas pengaduan masyarakat yang menjadi korban tindakan premanisme yang dilakukan oleh Reynaldi,” ungkap Hisbullah.
Bahkan tambah Hisbullah, Rey ini pernah sempat ditangkap oleh aparat Polsek Sindue dan melarikan diri. Namun pada waktu itu aparat tidak melakukan penembakan dan malah membiarkannya kabur karena ada beberapa pertimbangan dengan melihat situasi dan kondisi pada waktu itu sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan pengejaran lagi.
Jadi pertanyaan kata Hisbullah, apakah layak seperti Reynaldi ini dikasihani dengan alasan memberikan bantuan untuk biaya pengobatannya di rumah sakit. Sementara seluruh biaya operasi dan biaya perawatannya selama di rumah sakit, semuanya ditanggung oleh pihak kepolisian. “Jadi silahkan publik yang menilainya . Karena aparat kepolisian hanya bekerja menjalankan tugas. Dan itu didasari atas laporan masyarakat,” ujarnya.
Sebab menurutnya, segala macam bentuk upaya persuasif sudah dilakukan oleh pihak kepolisian Polsek Sindue dengan pihak keluarga Rey agar menghentikan ulah aksi premanismenya. Bahkan sebelumnya sudah beberapa kali diberikan surat pemanggilan terhadap Rey dan itu tidak digubris oleh pihak keluarga Rey.
Hingga akhirnya Rey dibekuk dan dengan terpaksa dilumpuhkan dengan timah panas akibat Reynaldi diduga melakukan perlawanan dan mencoba untuk kabur dari kejaran aparat. (**/fit/palu ekspres)

Pos terkait