PALU EKSPRES, TOLITOLI – Lokasi pertambangan batuan galian C yang dikuasai Bolong, pemilik PT Rajawali di Desa Tinigi, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli dari Pasilitas Umum (Jembatan) yang ambruk hanya berjarak 300 meter.
“Setelah kami tarik meter ternyata areal tambang batuan milik bolong di Tinigi dari jembatan dekat sekali hanya 300 meter saja,” kata warga Tinigi, Senggo, Sabtu (20/06/2020).
Menurutnya, kegiatan pertambangan PT Rajawali tersebut di Desa Tinigi keberadaannya tidak menjadi soal, asalkan dalam pengelolaannya mengikuti aturan yang berlaku seperti yang tertera di dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 bersarkan dokumen Surat Ijin Usaha Pertambangan yang dikantongi perusahaan itu.
“Asal taat aturan, tambang batuan PT Rajawali itu di Tinigi kami tidak persoalkan,” kata Senggo.
Hanya yang disesalkan sebagian besar warga soal tambang tersebut berkaitan dengan cara penggalian Pasir Batu (Sirtu) yang tidak peduli lagi dengan fasilitas umum karena sudah dekat sekali dari jembatan.
“Alat berat yang menggali Sirtu sudah melampaui batas ijin yang diberikan pihak ESDM, yang tadi hak perusahaan hanya 1 km dari jembatan sekarang tinggal 300 meter dari jembatan,” sebut senggo.
Jembatan yang berdekatan dengan lokasi tambang tersebut kini putus sejak tiga tahun lalu, karena pihak perusahaan tersebut telah mengabaikan dampak lingkungan berdasarkan rekomendasi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Tolitoli.
Terpisah, Kepala Bidang Penataan dan Pengendalian Dampak Lingkungan (PPDL) BLH Kabupaten Tolitoli, Arifin Lahaja yang dikonfirmasi terkait ijin lingkungan perusahaan pertambangan batuan yang dikantongi PT Rajawali, menjelaskan kalau perusaan tersebut telah memiliki lokasi tambang di Tinigi seluas 5000 meter persegi atau lima hektar sesuai ijin yang terbitkan pihak ESDM Provinsi Sulteng.
“Untuk kajian lingkungannya yang kita studi hanya luasan dan kedalaman saja, apakah boleh dekat jembatan itu menyangkut ijin, ijin kewengan ESDM,” kata Arifin.
Semua jenis pertambangan baik mineral maupun batuan, menurut Arifin diwajibkan memiliki dokumen Amdal atau sejenisnya misal UKL/UPL. Kewenangan BLH dalam melakukan kajian atau studi hanya sesuai luas yang dimohonkan, layak dan tidaknya tergantung hasil kajian. (mg5/palu ekspres)