Ketika desas-desus telah dipercaya sebagai kebenaran. Bila kecurigaan sudah dijadikan keyakinan. Kemudian berubah menjadi tuduhan dan tuntutan publik. Lantas siapa yang bisa menahan bila penguasa akhirnya turun tangan? Dapat pulakah penguasa disalahkan karena mengikuti tuntutan rakyat yang dilegitimasi oleh fatwa ulama?
Memang terkadang tindakan penguasa tak mesti sepenuhnya beralas kebenaran. Melainkan demi kepentingan politik pemerintahan. Meskipun Alhallaj bukan tanpa pembelaan diri sama sekali. Sang tertuduh bahkan dengan tegas membantah, “Haram bagiku untuk mengaku Tuhan atau Nabi. Aku hanyalah seorang hamba Allah. Semata hanya yang ingin selalu menyembah-Nya. Beribadah kepada-Nya dengan shalat, puasa, dan berbuat segenap kebaikan.”
Bagi sang sufi, itu bukan sekedar alasan pembelaan. Melainkan penegasan keyakinan. Bilapun itu sebuah pembelaan, tapi dilakukan bukan karena jeri pada maut. Dia hanya merasa perlu menegaskan posisi teologisnya. Bahwa tak seperti dituduhkan, dia tetap teguh dalam iman. Tetap pula pengikut sejati Rasulullah. Tak heran bila kemudian ia mengatakan, “Fatwa itu tidak salah. Keputusan pemerintah tidak keliru. Memang tidak ada sesuatu yang lebih mendesak untuk dilakukan kecuali menghukum mati aku. Kuharap kematianku benar-benar dapat menyelamatkan kesucian hukum Tuhan yang kalian atasnamakan itu.”
Untuk pernyataan itu, seorang sufi bertanya, “mengapa begitu?”
“Sebab aku berbicara dengan bahasaku sendiri. Bukan dengan bahasa umat. Maka bila mereka tidak dapat memahami makna hakikinya. Bila mereka hanya mampu menangkap kerangka tekstualnya saja, tentu bukanlah mereka yang bersalah. Kesalahan sepenuhnya terletak pada diriku. Biarlah kematianku menjadi pahala bagi kalian tapi kedamaian bagi diriku. Menghukum diriku, jihad fi sabilillah bagi kalian. Namun mati syahid bagiku. Mengapa harus ragu?”. Sergah Alhallaj.
Penegasan posisi teologisnya sekali lagi diteriakkan Alhallaj. Ketika menanggapi vonis murtad di sidang pengadilan. “Tidak. Jangan hukum mati aku dengan tuduhan murtad hanya lantaran ketidakmampuan kalian menalar kedalaman makna kiasan-kiasan kalimatku. Agamaku Islam. Aliranku adalah Jalan kebenaran. Kumohon, jangan bunuh aku karena alasan itu.”