Pendamping PKH di Tinombo Selatan Parimo Jadi Tersangka

  • Whatsapp
Kepala Kacabjari Tinombo, Dwi Eko Raharjo. Foto : ASWADIN/PE

PALU EKSPRES, PARIMO– Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) menetapkan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kecamatan Tinombo Selatan berinisial SD menjadi tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Parimo melalui Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Tinombo, Dwi Eko Raharjo kepada sejumlah awak media mengatakan, penetapan SD sebagai tersangka karena diduga melakukan penyalahgunaan jabatan yang mengakibatkan hilangnya dana yang diperuntukkan bagi keluarga penerima manfaat (KPM) senilai Rp 130 juta.
Menurut Dwi Eko Raharjo, modus yang dilakukan tersangka dalam kasus ini, yang bersangkutan tidak memberikan beberapa buku tabungan dan kartu ATM penerima PKH selama 2 tahun, terhitung sejak tahun 2018 hingga 2019.
“Setelah kasus ini kami tangani di tahap penyelidikan, tersangka telah mengembalikan kartu rekening dan kartu ATM milik KPM tersebut. Namun, setelah warga pemilik buku mencetak rekeningnya, saldo di bank ternyata seluruh isi saldo mereka selama 2 tahun sudah tidak ada,” kata Eko kepada sejumlah awak media, Rabu (23/9/2020) di kantor Kejari Parimo.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, keluarga penerima manfaat yang tidak menerima haknya sebagai penerima PKH itu sebanyak 35 orang.
Kemudian, dari 35 orang keluarga penerima manfaat berdasarkan hasil pemeriksaan yang tidak mendapatkan haknya tersebar di 3 Desa di Kecamatan Tinombo Selatan.
“Di desa Siaga 16 orang penerima, 15 orang penerima di Desa Khatulistiwa dan 4 orang penerima berada di Desa Maninili Barat,” terangnya.
Adapun nilai kerugian keuangan berdasarkan hasil pemeriksan dari uang KPM yang digunakan oleh tersangka senilai Rp130 juta.
Ia mengaku, selama dilakukan pemeriksaan perkara oleh pihaknya, tersangka belum mengembalikan uang tersebut kepada 35 orang keluarga penerima manfaat.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka SD disangkakan dengan Pasal 8 UU nomor : 31 tahun 1999 sebagaimana atas perubahan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kemudian tentang penggelapan dalam jabatan.
“Kemudian kita lapis juga dengan pasal 2 dan pasal 3 yaitu penyalahgunaan wewenang sebagai pendamping PKH. Sebab, menguntungkan diri sendiri dan orang lain, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan Negara,” ujarnya. (asw/palu ekspres)

Pos terkait