PALU EKSPRES, PALU- Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Konflik Sosial (P3AKS), hendaknya menjadi spirit dan komitmen di Sulawesi Tengah dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan berbasis gender di wilayah konflik, serta memfasilitasi peningkatan kapasitas maupun peran perempuan dan anak dalam upaya pencegahan konflik kekerasan dan untuk membangun perdamaian berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur Sulteng DR.H. Rusli Baco Daeng Palabbi, SH.MH dalam membacakan sambutan Gubernur Sulteng pada rapat koordinasi P3AKS di Provinsi Sulteng, Kamis (10/12/2020), di salahsatu hotel di Palu.
”Semoga peserta sekalian dapat mengikuti rakor ini dengan sebaik-baiknya, untuk menyampaikan argumen, mengasah keterampilan, meningkatkan wawasan, kolaborasi, komitmen dan silaturahmi, serta menajamkan program kegiatan OPD dalam rangka memprioritaskan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok rentan yang harus dilindungi dan memperjuangkan hak-haknya,” kata Rusli.
Pada kesempatan itu, Wakil Gubernur atas nama Pemerintah Daerah Sulteng dan pribadi mengucapkan selamat datang di Bumi Tadulako Provinsi Sulteng kepada Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (BPHP) Prof. Vennetia. R. Danes, yang telah hadir untuk melakukan sharing dan memberikan penguatan-penguatan terkait agenda Rakor Pokja P3AKS di Provinsi Sulawesi Tengah. Kehadiran dan masukan dari Deputi BPHP diharapkan dapat mensinergikan Pokja P3AKS dengan tim terpadu penanganan konflik sosial (Timdu PKS) dan mitra lainnya guna memastikan perempuan dan anak Sulawesi Tengah telah terlindungi hak asasinya dari bentuk-bentuk kekerasan fisik maupun nonfisik. Seperti pada kasus di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi.
“Saya harapkan semoga hasil rakor ini dapat menjadi pemantik kerja kolaborasi dan kerja cepat dari semua komponen yang bergabung dalam pokja P3AKS, untuk memberi bukti kehadiran negara dalam melindungi dan menyelamatkan perempuan dan anak dalam konteks konflik social,” sebut Rusli.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Prof. Vennetia. R. Danes menyatakan keprihatinannya atas tragedi kemanusiaan di Desa Lemban Tongoa Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah, yang terjadi pada tanggal 27 November 2020 yang lalu, dimana satu keluarga harus kehilangan nyawa. Ini tentunya sangat berdampak buruk bagi perempuan dan anak-anak khususnya, dan masyarakat sekitar umumnya.
“Oleh karena itu, untuk mengurangi kerentanan dan memastikan perempuan dan anak terlindungi haknya melalui berbagai kegiatan untuk pemulihan, kami mengundang Bapak Ibu sebagai Anggota Pokja P3AKS dan masyarakat sipil dalam rangka mendiskusikan strategi perlindungan yang perlu kita lakukan segera, melalui 3-4 pilar, yaitu Pencegahan, Penanganan, Pemberdayaan dan Partisipasi anak,” ujarnya. (humas)