PALU EKSPRES, BONE — Pemerhati Lingkungan Sulsel mendesak kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meninjau ulang izin pertambangan batu bara PT Pasir Walennae yang beroperasi di kampung halaman mantan Wakil Presiden RI, Moh Jusuf Kalla (JK).
Pemerintah juga harus membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk mengecek tambang batu bara yang berlokasi di Desa Massenrengpulu, Kecamatan Lamuru. Baik itu segi administrasi maupun kerusakan lingkungan. Pemerintah tidak boleh tutup mata.
Ketua Badan Lingkungan Hidup Pemuda Pancasila Sulsel, Muhamnad Yusran mengutarakan, pemerintah daerah sendiri harus melakukan proses pendampingan. Kepatuhannya dulu mengenai dokumen pengelolaan lingkungan hidupnya (DPLH) per semester. Sebab, dalam hal ini ini tidak diketahui masyarakat siapa saja yang terlibat.
“Bukan hanya persoalan CSR. Namun sejauh mana kepatuhan dan ketaatan menjalankan konsistensi yang tertuang dalam dokumen amdal itu sendiri,” katanya Jumat (18/12/2020).
Yusran juga meminta Direktur Jenderal Gakkum KLHK menindak tegas pengelola atau penanggung jawab usaha atau kegiatan pengelolaan tambang batu bara yang tidak mematuhi peraturan, norma, standar, prosedur atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan atau perusakan lingkungan.
“Jika perlu membentuk satuan tugas penegakan hukum terkait aktivitas tambang batu bara di kampung halaman mantan Wapres RI Jusuf Kalla,” tambahnya.
Balai Gakkum juga harus turun langsung melakukan penyelidikan oleh penyidik Kementerian LHK untuk mengembangkan penyidikan terkait dengan tindak pidana berdasarkan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Termasuk mengidentifikasi dan menginventarisasi yang akan dikenakan hukum perdata maupun pidana untuk kasus tambang ilegal, agar ada efek jera. Sebagai wujud nyata tanggungjawab penindakan pemulihan lingkungan dan kawasan tambang,” tegasnya.
Sekadar diketahui ada empat nama daftar pemilik saham di PT Pasir Walannae. Indrawati 57 persen, Bahrun Alwi 30 persen, Andi Ulfana Promal Pawi 8 persen, dan Nini 5 persen.
Sedangkan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel meminta Gubernur Sulsel untuk menghentikan aktivitas pertambangan batu bara di Desa Massenrengpulu, Kecamatan Lamuru, Bone.
Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin mengatakan, tambang batu bara di Lamuru itu tidak memberikan dampak baik bagi warga Lamuru. Malah menimbuljan efek negatif. Baik itu pertaniannya maupun udaranya.
Makanya, Walhi meminta agar tambang di Desa Massenreng Pulu untuk dihentikan sementara, lalu dikonsultasikan secara bermakna soal dampak negatif dan positif tambang tersebut.
“Kami mengharapkan bahwa Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur Sulsel untuk menghentikan sementara, melakukan review kegiatan penambangan batu bara di Lamuru. Karena sampai saat ini masyarakat juga sudah banyak mengeluhkan,” katanya.
Kata dia, tanah tersebut adalah tanah adat. Tanah paling kaya di Kecamatan Lamuru. Maka penduduk disekitar tambang adalah masyarakat adat. Dengan demikian tidak ada lagi keraguan bagi pemerintah untuk segera menghentikan aktivitas tersebut karena banyak situs adat, peninggalan budaya yang berpotensi dirusak dan dihilangkan.
“Soal benefit nyaris tidak ada untuk masyarakat. Masyarakat hanya menanggung kerusakan lingkungan berkepanjangan, dan kehilangan situs budaya,” tambahnya. (fajar.co.id)