Oleh Hasanuddin Atjo, Ketua Ikatan Sarjana Perikanan Sulteng.
Jumat, 15 Januari 2021, menjadi salah satu narasumber bersama Dirjen, Pengembangan Ekonomi, Investasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Kementrian Desa, Harlina Sulistyorini dalam rangka Dies Natalis Fakultas Peternakan dan Perikanan Untad, Universitas Tadulako yang ke-8.
Seminar nasional yang dilakukan secara virtual ini, dibuka oleh rektor Untad, Mahfud bertemakan; SDGs Desa, menuju Smart Village yang berbasis peternakan dan perikanan untuk kebangkitan ekonomi Bangsa di tengah Pandemic Covid-19”. Dan dipandu Fadli Tantu, wakil dekan Fapetkan Untad priode sebelumnya.
Salahsatu poin dinilai menarik dari pelaksanaan seminar yang diikuti oleh sekitar 400 peserta, bahwa peserta tidak lagi didominasi oleh kalangan perguruan tinggi seperti biasanya. Sejumlah kepala desa yang berasal dari berbagai wilayah ikut berpartisipasi dan berpendapat dalam seminar ini. Sebuah harapan baru kepada perguruan tinggi.
SDGs, Sustainable Development Goals adalah lanjutan dari MDGs, Milenium Development Goals untuk menjadi pedoman pembangunan bagi seluruh bangsa bangsa dunia periode 2016 -2030, yang pada intinya pembangunan di muka bumi ini bisa mensejahterakan warganya secara berkelanjutan.
Ada 17 tujuan SDGs, di antaranya: masyarakat pada sebuah wilayah nantinya tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, tingkat kesehatan dan pendidikan lebih baik lagi, derajat perempuan ditingkatkan, ekosistem laut dan daratan terjaga dengan baik serta koordinasi antar lembaga semakin kuat.
Desa, merupakan bagian terkecil dan terdepan bagi sebuah Negara.
Maju dan mandirinya sebuah desa akan berimplikasi kepada kemajuan wilayah kecamatan, kabupaten dan provinsi, berujung bagi kemajuan sebuah bangsa dan negara.
Berdasarkan data IDM, Indeks Desa Membangun Kemendes tahun 2019 jumlah desa di Indonesia sebanyak 74. 972 desa, terdiri dari kategori sangat tertinggal 6.693 desa ( 8,93%); tertinggal 20.536 desa ( 27,39%); berkembang 38.270 desa (51,05%), maju 8.620 desa (11,50%) dan mandiri 853 desa ( 1,14%)
Dari data itu, terklasterkan hanya dua provinsi berkategori maju yaitu, Bali dan Jokyakarta dengan IDM masing-masing sebesar 0,76406 dan 0,75025. Dua puluh provinsi berkategori berkembang, Sepuluh provinsi berkategori tertinggal dan 2 provinsi sangat tertinggal yaitu provinsi Papua Barat dan Papua dengan nasing masing nilai IDM 0,48193 dan 0,46271.
Provinsi Sulawesi Tengah berada di peringkat 21 dari 34 provinsi dan berkategori provinsi berkembang dengan nilai IDM 0,61756, sedikit diatas rata rata nasional 0, 61600. Dan provinsi terluas di Sulawesi ini hampir saja menyandang status provinsi berkategori tertinggal.
Dari 1.892 desa di Sulawesi Tengah kategori sangat tertinggal ( 5,13%), tertinggal (26,96 %), berkembang (55,47%), maju (12,56%), mandiri
(1,22%). Situasi dan kondisi seperti ini tentunya menjadi PR Gubernur terpilih bersama 12 bupati dan satu walikota bagaimana mampu lebih banyak lagi melahirkan desa maju dan mandiri agar Sulteng bisa naik peringkat di lima tahun mendatang.
Konsep Smart Village, desa cerdas dinilai dapat menjadi instrument percepatan melahirkan sejumlah desa desa maju dan mandiri. Smart Village sesungguhnya terinspirasi dari Smart City yang lebih dahulu diimpelememtasukan dan saat ini telah berkembang sangat masif utamanya di kota kota besar.
Makna dari Smart Village adalah desa yang secara inovatif mampu mendorong kualitas hidup dari warganya melalui peningkatan efisiensi, daya saing dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi atau lingkungan melalui pemanfaatan CIT, Comunication Information Teknologie.
Tiga critikal point untuk konsep ini, Pertama, bagaimana melahirkan Smart Goverment, yaitu pemerintah desa harus inisiatif, jujur, terbuka di dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah desa , yang adaptif dan inovatif serta update idalam hal menggunakan teknologi informasi.
Kedua, juga harus terbangun Smart Community, yaitu masyarakat desa
dalam berkontribusi membangun desa telah memanfaatkan teknologi informasi. Masyarakat desa yang telah menyelesaikan pendidikannya di kota diharapkan bisa kembali ke desa membangun desanya.
Ketiga, melalui teknologi informasi nilai-nilai budaya yang ada di desa seperti budaya konservasi, gotong royong, kebersamaan dan lainnya dapat terjaga dengan baik sebagai penguatan dalam berlangsungnya transformasi melalui digitalisasi.
Terbangunnya tiga komponen itu secara baik akan melahirkan Smart Relationship, yaitu komunikasi yang baik dan bertanggung jawab antara Pemerintah Desa dengan warganya dan lingkungan. Dan antara warga dengan lingkungan ekologinya.
Melahirkan Smart Village di provinsi yang berstatus sangat tertinggal, tertinggal dan nyaris tertinggal tentunya lebih banyak tantangan dan hambatan dibanding dengan provinsi kategori maju dan hampir maju. Oleh karena itu seyogianya diberikan perlakuan berbeda bagi daerah daerah yang berkategori seperti itu oleh pemerintah pusat, khususnya Kementrian desa dan PDTT
Sejumlah persoalan yang sering ditemukan dalam pemanfaatan dana desa, dana sektor maupun dana APBD untuk perberdayaan masyarakat desa. Diantaranya tanpa desain/perencanaan yang berbasis akademik sehingga sulit diukur tingkat keberhasilannya. Bisa dianalogkan menonton bola antar desa tanpa sebuah desain tiba tiba terjadi goal. Maknanya goal terjadi karena keberuntungan.
Salah satu rekomendasi yang saya tawarkan dalam seminar di hari itu adalah perlunya desa contoh untuk penerapan Smart Village di setiap kabupaten masing masing provinsi. Peran daerah baik provinsi maupun kabupaten menjadi penting dalam menyusun desain yang melibatkan perguruan tinggi dan lembaga riset.
Perencanaan yang dibuat daerah harus tersampaikan ke pemerintah pusat, khususnya ke Kementerian Desa dan PDTT, agar terakomodir dengab perencanaan pemerintah pusat. Itulah pentingnya mengapa RPJMD provinsi harus inline atau selaras dengan RPJMN 2020-2024 agar program yang diusulkan bisa terakomodir.
Khusus Provinsi Sulawesi Tengah untuk sektor Kelautan-Perikanan kiranya ada desa contoh yang menerapkan Smart Village disetiap kawasan atau wilayah pengelolaan perikanan, WPP RI yaitu di selat Makassar, teluk Tomini, teluk Tolo dan laut Sulawesi.
Pembangunan yang menggunakan pendekatan kawasan dinilai sangat penting dan strategis, karena akan berkaitan dengan skala ekonomi yang bermuara kepada efisiensi dan daya saing usaha.
Saya berkeyakinan dan percaya bahwa penerapan Smart Village dalam upaya terwujudnya sebuah kemandirian di desa pesisir mampu terealisasi bila prosesnya dilakukan secara terencana, terstruktur dan terukur.
Pelibatan Perguruan Tinggi dan sejumlah stakeholder lainnya dinilai menjadi salah satu faktor kunci. Komitmen kepala daerah sebagai regulator tentunya menjadi peran yang menentukan. Dan karena, GA 608 tujuan Palu telah bourding, maka artikel ini disudahi. Semoga ada manfaatnya. ***