PALU EKSPRES, PALU – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dicanangkan Negara melalui Kementerian Pertanian dan Perkebunan RI di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) tahun 2018 “bermasalah”
Ini sekaitan adanya pemutusan kontrak secara sepihak terhadap perusahaan pemenang pengadaan bibit sawit, yakni CV Bank Tani Maju (BTM) oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan (DPP) setempat.
CV BTM awalnya telah ditunjuk pihak Kementerian Pertanian melalui direktorat terkait untuk melakukan pengadaan bibit sawit dalam sebuah ikatan perjanjian kontrak. Lalu PT BTM melakukan kontrak bersama 8 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) setempat untuk melaksanakan PSR tersebut. Dalam kegiatan ini PT BTM akan menerima dana pengadaan bibit sebesar Rp3,2miliar lebih.
Namun dalam proses pengadaan bibit tersebut, tiba-tiba 6 dari 8 Gapoktan memutus kontrak bersama PT BTM tanpa alasan jelas dan tidak prosedural. Sikap 6 Gapoktan ini diduga karena intervensi dari pihak DPP Morowali.
Direktur PT BTM, Agustinus Palunsu kepada wartawan mengaku, pemutusan kontrak yang dilakukan 6 Gapoktan hanyalah sebuah rekayasa untuk dijadikan alasan oleh DPP agar bisa memutuskan kontrak tersebut.
Hal ini ia duga terjadi karena permintaan “fee” dari oknum DPP Morowali yang tidak bisa ia penuhi. Saat itu dia mengaku dimintai sebesar Rp2ribu per polibag bibit sawit oleh Kepala Seksi DPP, bernama Fahrin pada akhir November 2019.
“Sebenarnya permintaan itu berat. Belum kami mulai pekerjaan, kami sudah dimintai, ini berat. Dan Fahrin memaksa kami untuk mencairkan bagiannya 100 persen, nominalnya Rp67 juta, karena 33.779 polibag. Saya sampaikan pada waktu itu, bahwa pekerjaan ini baru kami mulai, kalau layaknya bermain bola, bola baru mulai digiring, Bapak (Fahrin) langsung tekel kami dari belakang, bagaimana bisa gol kalau begini caranya,”ungkap Agustinus.
Setelah itu beber Agustinus, Fahrin mengancam dengan mengatakan kalau permintaan ini tidak dipenuhi, maka kontrak PT BTM akan diputus oleh 6 Gapoktan.
“Jadi saya sampaikan ke Fahrin pada waktu itu kalau mau putuskan kontrak, kita kan ada perjanjian kontrak, ada aturan main di dalamnya. Kalau tidak salah dia singgah di rumah itu 25 November 2019. Jadi Pak Fahrin ancam saya, dia mau putuskan kontrak saya dengan enam Gapoktan itu, karena pada waktu itu saya tidak penuhi seluruh permintaannya,” ungkapnya lagi.