Belakangan baru ia ketahui bahwa 6 Gapoktan telah menandatangani kontrak dengan PT BHS di Witaponda tanpa ada pemberitahuan. 6 Gapoktan bahkan sudah menerima terima kecambah tersebut.
“Gapoktan ini bilang mereka beli bibit bukan kecambah. Tapi dalam kontrak tidak seperti itu. Memang beli bibit tapi dari kecambah dulu, disemaikan selama kurang lebih dua minggu baru jadi bibit.Tapi saya lihat yang dari BHS itu ternyata juga bukan benih yang siap tanam, kecambah juga,” ungkapnya.
Hal ini menurut Agustinus juga sudah sempat berkomunikasi ke pihak Dirjen Perkebunan RI, bernama Firman. Dari Firman ujarnya ia mendapat jawaban bahwa CV BTM tidak pernah mengajukan surat pernyataan mundur dari pekerjaan itu.
“Saya tanyakan bagaimana status perusahaan saya di PSR ini, apakah masih dipakai di pusat. Firman katakan, sampai saat ini Bapak tidak pernah mengirimkan surat ke kami menyatakan mundur dari PSR,”akunya.
Bahkan dari pejabat inipula, Agsustinus mendapat jawaban bahwa CV BTM masih bertanggungjawab dalam program PSR tersebuut.
“Lalu saya tanyakan lagi, ini kan sudah cair anggaran PSR 30 persen ke Gapoktan, tapi anggaran itu tidak kami terima. Kala itu Firman bilang itu jadi persoalan.
Dana saya katakan lagi bahwa 30 persen itu sudah cair tapi orang lain yang kerjakan pekerjaan saya. Pak Firman bilang, Pak Agus ini masalah besar,” katanya.
Agustinus berharap program PSR di Kabupaten Morowali tetap berjalan sebagaimana mestinya.
“Ini program pusat bagus sekali, karena sangat membantu masyarakat khususnya para petani sawit. Seharusnya program ini bisa sukses di Morowali kalau tidak ada intervensi yang berlebihan dari pihak dinas,”pungkasnya.
Kuasa Hukum CV BTM, Muhammad Sjafari Jebbo kepada wartawan menyebut, pihaknya akan membawa permasalahan ini ke ranah hukum.
Secara hukum perdata, kata dia, perjanjian kerjasama atau kontrak adalah kesepakatan dua belah pihak.
Karena dalam kontrak kerjasama, terdapat perjanjian bahwa
ada musyawarah mufakat yang dilewati para pihak sebelum memutuskan kontraknya. Hal itu diatur pada poin yang terlampir dalam Surat Perjanjian Kontrak pasal 6.
Dalam pasal ini menegaskan bilamana terjadi masalah perselisihan antara kedua belah pihak harus mengedepankan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, maka akan diselesaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku, yaitu melalui ranah pengadilan