PALU EKSPRES, PALU– Pungutan sumbangan biaya pendidikan pada SMA, SMK, SLB yang mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2017, disorot Anggota DPRD Sulteng, Sony Tandra.
Anggota DPRD dari Dapil Poso, Morowali, Morut, dan Touna itu mengaku akan berjuang agar sumbangan biaya pendidikan pada SMA, SMK, SLB segera dihapus.
“Saya akan berjuang terus agar sumbangan biaya pendidikan pada SMA, SMK, SLB yang disebut partisipasi biaya pendidikan, segera dihapus,” kata Sony Tandra usai paripurna penyampaian LKPj Gubernur di ruang rapat paripurna DPRD Sulteng, Rabu (14/4/2021).
Ia menjelaskan alasannya sehingga akan memperjuangkan agar Pergub Nomor 10 Tahun 2017 yang menjadi payung hukum partisipasi biaya pendidikan pada SMA, SMK, SLB segera dihapuskan. UUD 1945, Pasal 31 sangat jelas mengatur bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Selain itu, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Menurut Sony, dari aturan ini sudah sangat tegas menyebutkan bahwa urusan pembiayaan pendidikan menjadi kewajiban pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Begitupula peraturan lainnya secara hirarki ke bawah, juga sangat bertentangan dengan implementasi Pergub Nomor 10 Tahun 2017. Hal itu tercantum pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana Pasal 34 ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan khususnya program belajar 12 tahun. “Artinya, pendidikan hingga tamat SMA atau sederajat, tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis,” katanya.
Ironisnya kata Sony, sumbangan pendidikan yang selama ini disebut partisipasi pihak orangtua siswa, dipungut oleh pihak sekolah, lantas dikelola oleh sekolah itu sendiri. Pola tersebut dilaksanakan karena mengacu Pergub Nomor 10 Tahun 2017. Padahal, PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Pasal 63 ayat 1 menyebutkan bahwa penerimaan dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Begitupula pada PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 58 ayat 1 menegaskan bahwa semua penerimaan daerah harus melalui kas umum daerah.
Terakhir mengenai Peraturan Mendikbud Nomor 19 Tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar. Program ini bertujuan di antaranya, meningkatkan akses bagi anak usia 6 tahun sampai dengan 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal/rintisan wajib belajar 12 tahun.
Olehnya, Sony menegaskan, kalaupun dilakukan pungutan biaya partisipasi pendidikan di tingkat SMA sederajat, seharusnya masyarakat dilibatkan untuk pembuatan payung hukumnya dalam bentuk Perda. Bukan dalam bentuk Pergub. “Kenapa disebut masyarakat harus dilibatkan karena pelibatannya melalui anggota DPRD. Sedangkan anggota DPRD itu dipilih oleh rakyat,” kata Sony. (bid/palu ekspres)