Pendidikan yang Berkelanjutan

  • Whatsapp
MHD Natsir. Foto: Istimewa

MHD. Natsir Yunas (Dosen Jurusan PLS FIP UNP Padang)

PANDEMI yang belum memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir telah merusak berbagai tatanan sosial dalam masyarakat. Ekonomi, interaksi sosial, aktivitas ibadah dan pendidikan, semua terdampak efek negatif pandemi. Khususnya pendidikan, sampai saat ini masih menghadapi kendala dalam penyelenggaraannya. Berbagai kebijakan yang dibuat dalam upaya mengatasinya, seperti kebijakan panduan BDR atau PJJ, kebijakan bantuan kuota internet, kebijakan kurikulum khusus dalam situasi darurat, kebijakan standar penilaian di masa pandemi, dan terakhir melakukan 3 kali relaksasi terhadap SKB 4 Menteri tentang Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di masa pandemi. Terbukti belum sepenuhnya membantu untuk efektivitas pembelajaran.
Bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah meningkatnya angka putus sekolah selama pandemi. Sekolah saat ini terasa mahal, karena selain harus menyediakan biaya untuk menjaga kelangsungan proses pembelajaran anak yang dilaksanakan secara daring, para orangtua juga dituntut untuk menyediakan waktu dan kemampuan dalam mendampingi anak belajar. Akibatnya beberapa orangtua merasa tidak ada masalah ketika anak tidak mau masuk sekolah. Bahkan orangtua juga menganggap hal yang biasa ketika anak ingin berhenti sekolah, yang penting mereka sudah bisa membaca dan berhitung. Belajar dirasakan bukan lagi kebutuhan untuk investasi masa depan, tetapi sekedar memenuhi standar minimal pendidikan.
Kondisi ini tentu saja harus diantisipasi, karena kalau kita tidak memberikan perhatian untuk masalah ini, maka setelah pandemi kita akan dihadapkan dengan generasi lost learning. Generasi yang bermasalah dalam pendidikannya. Bangsa kita akan kembali mulai dari awal untuk penyadaran pentingnya pendidikan dan ini tentu sangat tidak diinginkan. Padahal pendidikan untuk anak tidak boleh terhenti dengan semakin mewabahnya pandemi.
Memang sangat dipahami, kesulitan yang dirasakan bagi sebagian keluarga dengan ekonomi terbatas. Pembelajaran selama daring terasa begitu berat. Ditambah lagi mata pencaharian orang tua yang tidak menentu. Biaya untuk makan sehari-hari saja sudah mereka syukuri, apalagi harus menyediakan fasilitas anak belajar daring. Waktu mereka habis untuk mencari nafkah kebutuhan sehari-hari. Perhatian terhadap proses belajar anak menjadi berkurang, bahkan tidak sedikit yang tidak lagi peduli. Karenanya harus ada solusi untuk mengantisipasi hal ini, agar tidak menjadi bola salju yang akan berimbas pada masa depan bangsa ini.
Sebenarnya pendidikan memang tidak harus selalu di bangku sekolah. Karena dalam Undang-undang Pasal 13 ayat 1 No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Sehingga bagi mereka yang kesulitan dan tidak memiliki kesempatan untuk belajar pada jalur formal, maka bisa mengoptimalkan pembelajaran dengan mengikuti Paket A setara SD, paket B setara SMP atau Paket C setara SMA. Bagi mereka yang betul-betul tidak bisa mengikuti belajar di sekolah dengan sistem daring, maka agar pendidikan mereka tidak terhenti, sebaiknya mereka diarahkan untuk mengikuti program belajar nonformal ini.
Namun sayangnya, selama pandemi program pendidikan nonformal Paket A, B, C seakan nyaris tak terdengar. Padahal dalam konsep merdeka belajar yang diusung oleh Kemendikbud Ristek anak bisa saja memilih jalur pendidikan yang dirasa sesuai dengan waktu dan kemampuan mereka dalam menjalankan pembelajaran. Sehingga berbagai aktivitas anak seperti membantu orangtua bisa tetap berjalan, pendidikan mereka tidak terhenti dan tetap berlanjut pada jenjang yang lebih tinggi.
Oleh sebab itu, apakah melalui pendidikan formal di sekolah atau di lembaga pendidikan nonformal, anak tetap mendapatkan pendidikan yang baik. Karena prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah terwujudnya tujuan pendidikan. Untuk mengembangkan potensinya sebagai manusia agar memiliki akhlak mulia serta kecakapan untuk bertahan hidup adalah bagian penting dari pendidikan. Seperti yang termaktub dalam UU Sisdiknas Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memiliki akhlak mulia dan taat pada Tuhannya adalah bagian penting dari tujuan pendidikan yang harus diwujudkan.
Pilihan jalur pendidikan formal atau nonformal hanyalah persoalan cara mewujudkan tujuan pendidikan saja. Setiap individu bisa memilih cara yang mereka sukai dan memudahkannya untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Sehingga anak yang tidak bisa memenuhi tuntutan sekolah formal karena terikat waktu belajar dan metodenya. Maka mereka bisa mengikuti pendidikan nonformal yang lebih fleksibel proses dan metode belajarnya, yang penting tujuan pendidikan tercapai dan pendidikan terhadap anak terpenuhi.
Oleh sebab itu perlu ada empati, kegelisahan dan aksi bersama terhadap persoalan yang mengancam bangsa saat ini. Masalah generasi saat ini yang merupakan harapan bangsa di masa depan. Apapun kondisinya pendidikan yang berkelanjutan haruslah menjadi prioritas. Pandemi tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak memberikan perhatian terhadap pendidikan anak. Kita memang khawatir terhadap ancaman kesehatan masyarakat, tetapi di saat bersamaan kita juga perlu mengkhawatirkan hak pendidikan anak yang mungkin belum dipenuhi secara maksimal.
Dalam kondisi seperti ini, penting bagi kita untuk saling mengingatkan dan memberikan perhatian terhadap pendidikan yang berkelanjutan. Mungkin saja keluarga mereka kurang peduli, maka tetangga dan orang-orang terdekat dengan mereka haruslah peduli terhadap hal ini. Perlu ada keseimbangan dalam menyelesaikan persoalan bangsa ini. Persoalan kesehatan, ekonomi dan pendidikan haruslah sejalan. Karena kalau kita bicara tentang aset masa depan, maka generasi yang terdidik merupakan aset terbesar yang harus kita tanam untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
Semoga saja kita semua lebih peduli dan perhatian terhadap pendidikan yang berkelanjutan bagi generasi muda, khususnya di lingkungan terdekat. Demi terwujudnya generasi yang kuat dan bangsa yang hebat. ***

Pos terkait