By, Muhd Nur Sangadji
RUANG nafkah ini secara alamiah telah mengarahkan kita untuk bercocok tanam dengan jenis komoditi yang berbeda. Kalau dahulu pernah ada kebijakan berkait perwilayahan komoditi. Sesungguhnya mengadopsi apa yang telah diatur oleh alam.
Aturan itu dalam ilmu pertanian bernama agroklimat. Artinya, lahan atau tanah dan iklim yang mengatur jenis tanaman apa yang cocok untuk dikembangkan dalam satu kawasan. Ini juga yang kita sering sebut dengan istilah “ecologicaly, sustainable”.
Sekarang, ekspansi pengembangan wilayah untuk pertanian, acap kali mengabaikannya. Extensifikasi lahan sawah irigasi sebagai contoh, melahap kebun sagu yang sekian lama menjadi lumbung pangan warga lokal. Begitu juga yang dialami komoditas yang lain untuk tujuan yang berbeda. Alih fungsi lahan dan peralihan peruntukan ini sangat mengkuatirkan. Angkanya bisa mencapai 100 ribu hektar per tahun. Angka yang sama banyaknya dengan 100 ribu lapangan sepakbola.
Tapi, itu saja tidak cukup. Kita juga harus bicara tentang penerimaan sosial (social acceptable). Kaledo (sup kaki lembu Donggala) di Kota Palu, bisa tersedia karena konferensi ini. Ada sapi Donggala sebagai bahan baku utama. Tersedia pohon Asam Jawa yang tumbuh masive di lahan kering Lembah Palu sebagai unsur utama bumbu masakannya. Dan, ketrampilan kuliner penduduk lokal Palu yang diwariskan turun temurun.
****