Ruang Nafkah Ekologi

  • Whatsapp
Muhd Nur Sangadji. Foto: Dok

Maka, diversifikasi sebagai salah satu strategi kemandirian pangan haruslah dimulakan secara sengaja. Pertama, mengikuti kaidah alamiah tentang pilihan komoditas. Kedua, edukasi generasi sejak dini untuk makan pangan lokal. Ilustrasi kecil untuk diri saya sendiri.

Sejak bayi, telah menkonsumsi sagu (popeda) sebagai “native food). Kemudian, lempengan jenis sagu lain yang terbuat dari ubi kayu. Maka, diumur enam puluh tahun ini, jenis kuliner ini masih menjadi andalan. Tentu, berkompetisi dengan nasi yang membuat orang Indonesia tergantung. Dengan konsumsi perkapita antara 110 sd 120 kg beras, menempatkan Indonesia sebagai pemakan beras terbesar di dunia. Di sini duduk masalahnya.

Bacaan Lainnya

Saatnya kita perlu mengambil tindakan kolektif untuk menyelamatkan pertanian. Karena, kehidupan kita ada di sini. Tanpa Pertanian, kita bisa apa..? Kehidupan serta merta berakhir. Dia, pertanian ini adalah mahluk outotrop (memproduksi makan sendiri) dan membagikan pada kita (manusia) dan hewan dalam bentuk karbohidrat dan hijauan. Kedua mahluk yang bisa bergerak kesana-kemari mencari makan. Tumbuhan (baca ; pertanian), diam di tempat. Tapi, bisa berbagi dengan dirinya. Lantas, sangat sering kita mengabaikannya. Menghancurkannya atau menghabiskan sumber kehidupannya. Yaitu, hutan, tanah dan air.

Atas pikiran ini, maka upaya menyelamatkan pertanian berkaitan dengan ruang nafkah adalah penyelamat hutan, tanah dan air. Sebab, “forest is mother of agriculture”. Begitu sering disebut orang. Sebab, daur hidrologi diatur olehnya. Dan, pertanian tanpa air, itu mustahil. Tanah juga penting. Selain sebagai tempat bertumpu. Di tanah, tersimpan makanan (hara tanaman). Membiarkan ketiga komponen ini hancur, sama dengan membiarkan kehidupan ini tamat.

***

Pos terkait