Firima Zona Tanjung (Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Borneo Tarakan)
DILUNCURKAN menjelang akhir tahun 2020, program kebijakan Merdeka Belajar bertujuan agar transformasi pendidikan dan terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang unggul dan memiliki semangat Pelajar Pancasila dapat tercapai. Tentu saja, langkah besar ini juga dapat dimaknai sebagai upaya pemerintah dalam menyiapkan generasi andal, yang mampu berkolaborasi di tingkat lokal, nasional, maupun global tanpa meninggalkan akar budaya, nilai-nilai dan semangat Pancasila. Salah satu karakter manusia Indonesia yang diharapkan terbentuk melalui penerapan Merdeka Belajar adalah manusia Indonesia yang kreatif. Kreatif didefinisikan sebagai kemampuan menghadirkan gagasan atau ide baru atau mengombinasikan gagasan yang sudah ada untuk mengatasi suatu problem.
Berkenaan dengan upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang kreatif tersebut, kurikulum merdeka hadir guna memberikan keleluasan bagi pendidik dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dan optimalisasi keikutsertaan pemelajar didalamnya. Dengan kata lain, proses pembelajaran bertumpu pada inovasi para pendidik untuk mengakomodasi kebutuhan pemelajar, termasuk peningkatan kreativitas mereka, dan bukan hanya berfokus pada ketercapaian kompetensi yang telah dirancang sebelumnya. Lantas, apa saja strategi yang dapat diimplementasikan oleh pendidik untuk mewujudkan kreativitas tersebut? Berikut penjelasannya.
Siapkan pemelajar, siapkan pertanyaan
Menyiapkan pemelajar merupakan strategi dasar yang harus diperhatikan oleh setiap pendidik. Perlu ditekankan bahwa pemelajar memiliki pengalaman hidup dan pengetahuan yang bervariasi. Oleh karena itu, satu topik pembelajaran sangat mungkin untuk dipahami dengan perspektif yang beragam. Mengetahui hal tersebut, pendidik harus mengedepankan pemetaan kemampuan pemelajar di kelas. Salah satu upaya pemetaan tersebut, yakni dengan mengajukan pertanyaan atau meminta pendapat pemelajar mengenai topik pembelajaran.
Hasil penelitian Boyd (2015) pada “Relations Between Teacher Questioning and Student Talk in One Elementary ELL Classroom” menunjukkan bahwa optimalisasi pengajuan pertanyaan dengan beragam dimensi yang menyertainya memberi akses pada pendidik untuk memahami pola pikir pemelajar. Selain itu, manfaat lainnya dari keterampilan bertanya ini juga mewujudkan dialogic talk—meminjam istilah dari Robin Alexander—bagi kedua pihak, yakni pendidik dan pemelajar.