Dokumen revisi RTRW harusnya dikebut untuk menghindari pimpong masalah yang akhirnya berujung pada bui disebabkan RTRW yang diduga gagal jejaknya menghilang tak memiliki prodak. Apalagi prodak RTRW di Tolitoli sudah ditunggu-tunggu oleh publik dikarenakan Kecamatan Lampasio Desa Oyom bukan merupakan wilayah pertambangan yang kemudian nantinya akan ada tekanan kepentingan untuk melakukan rekayasa agar wilayah itu dimasukkan dalam revisi RTRW Kabupaten Tolitoli.
Ketua DPD Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK) Sulawesi Tengah (Sulteng), Hendri Lamo SE, mengapresiasi langka penegak hukum pada penyikapan dugaan korupsi proyek kertas Rp1,2 Miliar yang bermasalah dikarenakan sudah hampir dua tahun lebih lamanya revisi RTRW itu tak memiliki wujud.
” Anggaran RTWR itu totalnya Rp1,2 M dengan rincian Rp700 juta untuk kajian akdemisi, Rp500 juta untuk kajian lingkungan hidup strategis,” sebut Hendri.
Menurutnya, revisi RTRW itu sebaiknya mendapat pengawalan semua pihak untuk mencegah jangan sampai terjadi tidak pidana dugaan korupsi. Ia mengaku mengetahui permasalahan revisi RTRW tersebut menjadi mandek, bahka ia juga bersedia memberikan informasi soal masalah kenapa proyek kertas tersebut sampai hari ini belum memiliki prodak.
” Mandeknya RTRW itu dikarenakan belum mendapat persetujuan substansi dari kementrian ATR/BPN pusat dan ada dugaan peta hasil kajian lungkungan hidup strategis yang mereka kerjakan dengan melibatkan para ahli itu fiktif alias poto copy, karena sampai hari ini ditolak oleh kementrian ATR/BPN,” tandasnya.
Alasannya, dari delapan orang tenaga ahli yang terlibat dalam proyek kertas tersebut ternyata hanya satu orang nampak, sementara tujuh orang lainnya hanya mereka yang tinggal di Tolitoli, malah diantara mereka ada yang dosen, belum tentu memiliki sertipikat ahli.
“Buktinya waktu rapat Pansus di DPRD tahun 2019, hanya satu orang yang hadir dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan ketua Pansus DPRD lalu,” jelas Hendri Lamo.
Menurut ketua GIAK Tolitoli itu, data kajian naska akademik yang ditetapkan pihak tenaga konsultan oleh pihak perusahaan yang mengerjakan proyek kertas tersebut tidak sesuai dengan kondisi daerah Kabupaten Tolitoli, dan hal ini telah dibenarkan mantan ketua Pansus DPRD periode lalu yaitu, Irban Dg Silasa.