Kepala Badan Perencanaan Pembangunan , Penelitian dan Pengembangan Daerah atau Bappelitbangda, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Irwan menyebut, jumlah masyarakat miskin terbesar berada di tempat bermukimnya Komunitas Adat Terpencil atau KAT.
Ini disampaikan Irwan, dalam rapat kerja Panitia khusus (Pansus) DPRD Parigi Moutong soal Laporan Hasil Pemeriksaan atau LHP – BPK RI mengenai kinerja pemerintah daerah, pada penanggulangan kemiskinan, di ruang rapat DPRD, Senin (6/2/2023).
Menurutnya, sebanyak 76 ribu jiwa jumlah masyarakat miskin di Parigi Moutong dari total jumlah penduduk 443.170 jiwa.
“Dalam beberapa pertemuan, kami sering menyampaikan, bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Parimo telah dipetakan,” kata Irwan.
Diakuinya, angka kemiskinan di Kabupaten Parigi Moutong sangat tinggi. Karena jumlah penduduk. Namun, dari hasil pemetaan pemerintah daerah, terdapat tempat tempat kemiskinan ekstrim di daerah itu. Dan harus menjadi perhatian bersama.
Kata dia, setelah dipastikan, ternyata angka kemiskinan ekstrim terbesar di Kabupaten Parigi Moutong, tersebar di Kecamatan Tomini hingga Kecamatan Tinombo Selatan, khususnya di wilayah komunitas adat terpencil.
“Dan setelah kami konsultasikan ke Pemerintah Pusat, memang harus diselesaikan bersama. Bahkan, menjadi kewenanganan kabupaten. Saya bilang, KAT ini masyarakat kita semua,” katanya.
Menurutnya, jika angka kemiskinan ekstrim tersebut tidak dapat dituntaskan, Kabupaten Parigi Moutong tidak akan keluar dari persoalan kemiskinan.
Karena, angka di atas 30 ribu jiwa penduduk Parigi Moutong merupakan komunitas adat terpencil. Dengan begitu, setengah dari total angka 76 ribu lebih jiwa merupakan warga miskin.
“Sehingga, pada forum Bappelitbangda beberapa waktu lalu, sudah disepakati akses harus dibuka untuk wilayah KAT. Kemudian, konektivitas antar desa juga harus dibuka,” jelas Irwan.
Menurutnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah bersepakat mengambil peran dalam persoalan KAT di Kabupaten Parigi Moutong. Olehnya, Pemerintah daerah saat ini menyiapkan perencanaan dan kelengkapan teknis.
Kemudian, Pemerintah Provinsi juga telah membantu senilai Rp 10 miliar. Namun alokasi anggaran untuk pembukaan akses wilayah komunitas adat terpencil, dinilai masih kurang dari yang diusulkan senilai Rp 50 miliar.