Sulsel surplus terbesar nasional, pupuk dan bibit jadi masalah serius

  • Whatsapp
Sulsel surplus terbesar nasional, pupuk dan bibit jadi masalah serius
Sulsel surplus terbesar nasional, pupuk dan bibit jadi masalah serius.Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Nagara Institute, lembaga kajian politik dan pemerintahan berbasis di Jakarta dengan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Kamis (9/2/2023)/ Foto: Nagara Institute

Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional, memaparkan secara detil problem berikut langkah-langkah oleh badan baru ini. Meski baru berusia setahun dengan anggaran hanya Rp 103 Miliar, Badan Pangan Nasional berhasil memetakan problem berikut beberapa terobosan di berbagai lini tugas.

Salah satunya, menggandeng investor mengatasi problem distribusi dengan pembangunan pelabuhan khusus kerjasama Pemda NTB.

“75% produksi padi nasional atau sebesar 41,65 juta ton GKG atau sebesar 23,74 ton beras ini disumbang oleh tujuh provinsi dengan produksi padi tertinggi. Yakni Jatim, Jabar, Jateng, Sulsel, Sumsel, Lampung, dan Sumut,” ungkap Arief Prasetyo.

“Walaupun ketujuh propinsi ini memiliki angka produksi yang tinggi, tetapi beberapa masih mengalami defisit beras. Karena memenuhi kebutuhan sendiri. Sementara untuk Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan surplus paling tinggi,” tuturnya.

Kepada para peserta FGD yang berasal dari para pengambil kebijakan tingkat provinsi daerah serta komunitas pertanian seperti HKTI, asosiasi pedagang besar, Kelompok Tani Pemuda, hingga Bulog dan Biro Pusat Statistik (BPS) Arief menjabarkan perhitungan surplus/defisit produksi beras nasional hingga triwulan I tahun 2023.

“Berdasarkan data KSA BPS amatan Desember 2022 proyeksi produksi beras pada bulan Desember 2022 sebesar 1,14 juta ton, Januari 2023 mencapai 1,51 juta ton, dan Februari 2023 mencapai 3,25 juta ton,” jelasnya.

Pentingnya Ketahanan Pangan Bagi Negara

Akbar Faizal, Direktur Eksekutif Nagara Institute, saat membuka acara mengatakan pentingnya ketahanan pangan bagi negara dengan penduduk sebesar Indonesia.

“Kami mengambil inisiatif untuk meneliti pangan berikut problem yang dihadapi. Terutama oleh situasi rentannya dunia pangan menghadapi guncangan yang secara langsung maupun tak langsung berdampak pada kehidupan kebangsaan. Termasuk dunia politik kita,” ungkap Akbar.

Menurutnya, kerap terjadi Pemerintah tampak gamang dalam pengelolaan kepastian informasi tentang pangan. Akibatnya, angka dan data yang berbeda tersaji ke publik dan membingungkan masyarakat.

Keputusan Presiden membentuk badan baru yang khusus bertanggungjawab tentang pangan adalah langkah tepat. Kewenangan besar Badan Pangan Nasional diharapkan menghentikan polemik tentang pangan sebab potensial mengguncang emosi publik.

Pos terkait