Tradisi Umat Hindu Jelang Hari Raya Nyepi, Apa Saja? Dua hari lagi tepatnya pada Rabu (22/3/2023) umat Hindu di Indonesia akan memperingati hari Raya Nyepi dalam memperingati Tahun Baru Saka.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri hari libur dalam rangka Hari Raya Nyepi 2023 jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023.
Baca juga :perayaan-nyepi-di-parimo-berlangsung-tanpa-pawai-ogoh-ogoh
Kalender Saka merupakan sistem penanggalan yang biasanya digunakan oleh umat Hindu di Bali.
Dalam perayaan Hari raya Nyepi di Indonesia, beberapa daerah memiliki tradisi dan ritual.
Di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah Umat Hindu merayakan Nyepi biasanya menghadirkan Ogoh-ogoh.
Kehadiran ogoh-ogoh itu diyakini Umat Hindu bisa mengusir hal-hal negatif. Sehingga pelaksanaan hari raya Nyepi dan melaksanakan catur brata bisa berjalan damai, aman, nyaman.
Baca juga : bupati-turut-hadir-di-tengah-ribuan-umat-hindu-gelar-ritual-melasti
Umat Hindu di daerah masing-masing biasanya memiliki tradisi menjelang Hari raya Nyepi. Apa saja tradisi itu?
Tradisi Melasti di Pantai Goda Indah, di Parigi Sulawesi Tengah
paluekspres.com (29/3/2017) menuliskan bahwa ribuan umat Hindu di Parigi Moutong menggelar ritual Melasti di Pantai Goda Indah, di Kecamatan Torue, Parigi Sulawesi Tengah. Upacara melasti merupakan salah satu proses penyucian menjelang datangnya Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka.
Dalam proses melasti ini dipimpin oleh Ida Pandita Mpu Agni Teja Swara Biru Daksa, dari Griya Giri Mandala Kerta Tolai. Ribuan umat Hindu mendatangi lokasi melasti di pantai goda Indah ini sejak pukul 06.00 Wita. Deretan manusia yang berdatangan dengan beragam warna baju kebaya dan kamen.
Sembilan Pura Agung yang menaungi puluhan kelompok adat dari dua Kecamatan sambil membawa pratime dan jempanei, atau properti yang akan disimpan di Pura, yang merupakan manifestasi dari pesemayaman Sang Ida Hyang Widi Washa.
I Dewa Putu Suka menjelaskan, nganyudang malaninggumi ngamet Tirta Amerta atau menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan dan laut sebagai simbol sumber Tirta Amertha. Dan, ritual tersebut dilaksanakan selambat- lambatnya sore hari pemelastian, harus sudah selesai secara keseluruhan dan pratima yang disucikan sudah harus berada di Bale Agung.
Ritual Melasti ini dilengkapi dengan bermacam- macam sesajen baik sesajen khas Jawa maupun Bali. Sesajen tersebut sebagai simbolisasi Tri Murti atau tiga Dewa dalam Agama Hindu, yakni Wisnu, Siwa, dan Brahma serta diarak pula simbol singgasana Dewa Brahma, yakni Jumpana.
Adapun makna dari upacara melasti tersebut katanya, sebagai prosesi pembersihan lahir batin manusia dan alam dengan cara menghanyutkan segala kotoran dengan air kehidupan. Olehnya itu, prosesi sembahyang dilakukan pada sumber-sumber air, dilaksanakan selambat-lambatnya pada sore hari.
Upacara ini bertujuan untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Washa agar umat Hindu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi nantinya,’’urainya.
Dengan melakukan beberapa prosesi dalam upacara tersebut kata dia, manusia berhak mendapatkan sari- sari kehidupan di Bumi ini, atau yang kami sebut dengan amet sarining amerta ring telenging segara. Dan, saat melakukan tapa brata penyepian di Hari Raya Nyepi, kami benar-benar bebas dari noda dan dosa.
Ritual Mendhak Tirta di Boyolali
Dilansir kompas.com dari laman Pemrov Jateng, bahwa Mendhak Tirta adalah tradisi yang sudah menjadi tuntunan umat Hindu dari Boyolali dan daerah sekitar untuk menyambut Nyepi.
Tradisi ini biasanya disebut Melasti yang juga dilaksanakan di Bali untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Ritual Mendhak Tirta merupakan rangkaian pengambilan air suci yang dilakukan sebelum perayaan Nyepi.
Upacara Mendhak Tirta merupakan suatu upacara pengambilan Tirta Amerta atau air kehidupan yang akan digunakan untuk penyucian umat pada saat Nyepi.
Tiba di lokasi pengambilan air suci, umat Hindu melakukan sembahyang terlebih dahulu. Setelah itu, dilanjutkan dengan prosesi pengambilan air suci di umbul setempat menggunakan wadah dari pipa paralon.
Selepas pengambilan air suci ratusan warga berebut sesaji dan gunungan yg berisi buah buahan dan hasil bumi. Ritual ini diharapkan mampu membawa kedamaian dan keselamatan masyarakat di bumi.
Jalani Dhipuja di Malang
Dikutip dari Dinas Perpustakaan & Kearsipan Jawa Timur, upacara Jalani Dhipuja dilaksanakan tiga hari sebelum upacara Nyepi. Upacara ini akan dilarung Jolen (sesajian yang berbentuk keranda yang berisi buah-buahan ataupun hasil bumi lain) sebagai simbol dan rasa terima kasih kepada Sang Hyang Widhi atas semua rezeki yang mereka terima selama ini dan dijauhkan dari segala mara bahaya.
Perayaan Jalani Dhipuja ini merupakan upacara untuk mensucikan jagad alit dan jagad gede (dunia kecil dan dunia besar). Jagad alit diwujudkan dalam diri manusia. Manusia adalah perwujudan dari bentuk kecil alam semesta ini dan jagad gede adalah alam semesta beserta isinya ini.
Pada prosesi perayaan Jalani Dhipuja ini digelar, sebelumnya umat Hindu akan mempersiapkan Jolen yang akan dilarung. Setiap Jolen masing-masing daerah memiliki perbedaan dalam pengisian Jolen sesuai dengan hasil yang diperoleh masyarakat. Pada intinya Jolen memiliki lima unsur yaitu Palem, Patrem, Puspem, Toyem, dan Dupem (Buah, daun, bunga, air dan dupa).
Kelima unsur ini adalah mencerminkan tentang hidup. Setiap peserta upacara Jalani Dhipuja, akan melakukan sembahyangan dahulu saat mereka datang ke pura.
Upacara Tawur Kesanga di Cimahi
Dilansir dari laman resmi Pemkot Cimahi, setiap pergantian Tahun Baru Saka atau Hari raya Nyepi, umat Hindu menyambut dengan ritual khusus.
Diawali dengan upacara Melasti, upacara Tawur Kesanga yang bermakna membersihkan alam guna mencapai harmonisasi kosmos. Dilanjutkan dengan amalan Catur Brata untuk menemukan kesadaran akan jati dirinya sebagai kesatuan pribadi yang utuh, dan ditutup Ngembak Ghni dan Dharmasanti sebagai wujud rasa damai dalam kehidupan di dunia ini. Catur (Empat) Brata meliputi Amati Gni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan. Artinya, tidak menyalakan api, tidak bekerja atau beraktivitas, tidak bepergian), dan tidak bersenang-senang).
Diawali dengan upacara Melasti, upacara Tawur Kesanga yang bermakna membersihkan alam guna mencapai harmonisasi kosmos. Dilanjutkan dengan amalan Catur Brata untuk menemukan kesadaran akan jati dirinya sebagai kesatuan pribadi yang utuh, dan ditutup Ngembak Ghni dan Dharmasanti sebagai wujud rasa damai dalam kehidupan di dunia ini. Catur (Empat) Brata meliputi Amati Gni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan. Artinya, tidak menyalakan api, tidak bekerja atau beraktivitas, tidak bepergian), dan tidak bersenang-senang).
Kegiatan Mecaru di Parigi
Mecaru adalah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk menjaga keharmonisan antara manusia dengan alam oleh umat hindu.
Perang Bobok di Lombok
Di Lombok Nusa Tenggara barat, ada tradisi perang api atau perang Bobok, dalam menyambut hari Raya Nyepi di sana. Kegiatan ini berlangsung turun-temurun oleh warga kampung Negara Saka dan Sweta setiap tahunnya.
Kegiatan perang api yang dilaksanakan setelah pawai ogoh-ogoh selesai.
Menjelang waktu senja, puluhan ikat bobok dibakar oleh para pemuda dari dua kampung, sebagai tanda dimulainya perang api. Kedua kubu saling memukul tubuh lawan dengan bobok yang masih menyala.
Meskipun seperti menyakiti satu sama lain dengan saling pukul dan terluka, namun warga dari kedua kubu tidak pernah berseteru dan bermusuhan setelah perang api selesai. Usai perang api selesai, warga dari kedua kubu pun saling rangkul dan bersalaman.
Selain untuk menyambut perayaan Nyepi, sebagian warga percaya perang Bobok dahulu dilakukan untuk penolak bala dari serangan wabah penyakit. Perang api ini sudah ada sejak jaman kerajaan, kurang lebih sekira abad 16.
Inilah sejumlah tradisi Umat Hindu di Indonesia menjelang hari Raya Nyepi (aaa/PaluEkspres)