“Teror yang dihadapi saat ini bukan tidak mungkin akan berimbas pada pertahanan nasional, apalagi untuk mengungkap sel-sel tidur yang dikhawatirkan Indonesia akan mengalami kejadian seperti yang terjadi di kota Marawi, Filipina, sehingga peran intelijen dan TNI perlu dilibatkan,” ungkap Nasir.
Lebih lanjut, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini telah mempelajari pola penanganan terorisme yang terjadi di beberapa negara salah satunya di Inggris.
“Saat tim Pansus melakukan kunjungan kerja ke Inggris, kami melihat keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme itu sudah lazim dilakukan oleh negara berkembang, namun hal ini tergantung dengan peningkatan eskalasi ancaman di negara tersebut,” ujar Nasir.
Untuk itu, Nasir berpendapat selama ini Indonesia belum mempunyai penilaian terhadap tingkatan eskalasi tersebut, misalnya seperti suatu situasi tanggap bencana, ada tingkat merah, kuning, hijau dan biru.
“Bisa jadi TNI dilibatkan pada tingkat eskalasi merah atau kuning yakni situasi darurat yang berpotensi teroris akan terjadi sewaktu-waktu dan mengancam pertahanan negara” kata Nasir.
Kedepan Nasir berharap, garis komando keterlibatan TNI terlibat dalam penangan terorisme bisa dilakukan melalu Menkopolhukam atau dengan memperkuat BNPT.
“Koordinasi BNPT masih lemah, penentuan eskalasi dan keterlibatan TNI bisa ditarik keatas yakni Menkopolhukam,” pungkasnya.
(adv/jpnn)