Cerita Ibu Hasna Korban Banjir di Ujuna, Tak Semua Musibah Diratapi

  • Whatsapp

“Iya foto keluarga itu penting, di situ banyak foto kenangan saya dengan papanya, dengan pacar papanya juga foto foto selfie keluarga,” balas Ibu Hasna tergelak. Kalau burung suami yang mana? “itu di sangkarnya,” ujarnya sembari menujuk burung kecil tergantung nyaman di kandangnya. Lagi-lagi Ibu Hasna terpingkal menunjuk ke arah burung peliharaan kesayangan suaminya itu.

Sebentar lagi  persiapan buka puasa. Walaupun tidak tahu hendak memasak dimana, karena air  keruh merendam dapur hingga sebatas paha dewasa. ”Kalau tidak bisa  memasak, kita pinjam perahu orang, beli kue di jalan seberang,” ujarnya. Lagi-lagi ia berkelakar. Saat mengatakan itu, tak terlihat guratan muram di wajah yang terlihat tua di usia yang masih kepala tiga itu. Ibu Hasna pernah tidak kehilangan  keceriaannya.

Bacaan Lainnya

Sepanjang bincang-bincang itu, Ibu Hasna dengan dua anaknya memang tidak terlihat galau walaupun harus berdiri di atas  genangan air keruh yang terus masuk mengepung rumahnya dari segala arah.

Ia tetap jenaka dengan guyonan ringan. Ibu Hasna melanjutkan, banjir tahun ini setidaknya sudah lebih bagus. Air tidak dengan leluasa menerobos ke rumah warga.  Berbeda dengan beberapa tahun silam.

Tatkala pemerintah belum membangun tanggul di kedua sisi sungai. Kala itu, banjir kiriman adalah momok yang mengerikan bagi ia dan teman-temannya di kawasan itu. Apa lagi jika munculnya malam hari.

Dulu, kisahnya, arus deras masuk dengan sangat cepat disebabkan tidak ada pembatas yang menahan air kencang. Pernah kata dia, pagi harinya ia ditemani anak-anaknya berjalan berjingkat menyusuri sungai memunguti panci, wajan dan tudung saji yang terbawa arus ke arah hilir.

Sedih bercampur ceria berbaur dalam perburuan peralatan dapur itu. Sedih, karena setiap tahun harus berjibaku dengan banjir kiriman. Ceria, karena aksi dadakan itu tak pelak menghadirkan kelucuan yang  memberikan hiburan di tengah kerasnya kompetisi hidup.

Sekalipun harus menertawakan diri mereka sendiri, bagi Ibu Hasna, suami dan dua anaknya, itu bukan sebuah lelucon tabu – asalkan keceriaan dan kehangatan keluarga terus hadir menghiasi hari-hari mereka.

Hari-hari, warga yang menyasar kawasan aliran sungai (DAS) sebagai salah satu sumber penghidupan mereka.

(kia/Palu Ekspres)

Pos terkait