Cyberbullying, Ajarkan Orangtua Kenali Dunia Gen-z yang Serba Digital, Persoalan, Serta Solusinya

  • Whatsapp
Penulis bersama Ko-Produser : Sunarti Sain (kanan) dan Novita Sutopo (kiri)
Penulis bersama Ko-Produser : Sunarti Sain (kanan) dan Novita Sutopo (kiri)

Oleh: Anita Amier

Bagi saya, Film Cyberbullying, menjadi setidaknya sepenggal jawaban serta edukasi bagi orang tua menghadapi generasi Z dan dunianya, generasi saat ini, anak-anak dan remaja yang lahir dan tumbuh sebagai generasi digital native.

Bagi orangtua yang rata-rata berasal dari kalangan generasi X, apalagi generasi Baby Boomer, dunia digital seperti bayang-bayang , tak terlalu jelas dan terkadang agak sulit dipahami. Sayangnya, anak-anak kita lahir di dunia serba digital ini. Dan kewajiban kita sbgai orangtua harus bisa mengerti, memahami kehidupan generasi digital ini agar bisa menyelami dan membangun hubungan yang indah dengan anak kita.

Untuk itu, saya mengapresiasi ide sineas-sineas lokal Makassar melahirkan Film Cyberbullying, membangun cerita berbalut pendidikan soal dunia digital dan permasalahannya serta mereka yang bertumbuh di dunia ini.

Mengangkat isu perundungan di era digital, film ini relevan dengan situasi saat ini, dimana perundungan tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga marak di ruang maya.

Diproduksi oleh DL Entertainment, film Cyberbullying disutradarai oleh Rusmin Nuryadin, dengan Liani Kawati sebagai produser, serta Sunarti Sain dan Novita Sutopo sebagai co-produser.

Film yang tayang sejak Kamis 23 Oktober 2025 di seluruh bioskop di Indonesia ini, adalah kepedulian sineas lokal terhadap isu sosial yang dekat dengan kehidupan anak-anak, sekaligus mendorong tumbuhnya film bertema edukatif di Indonesia.

Menurut produser Liani Kawati, film ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak, tetapi juga menyasar keluarga secara utuh.

“Film ini sangat cocok ditonton oleh keluarga, bukan hanya anak-anak, tapi juga orang tua dan tenaga pendidik,” ujarnya.

Harapannya, pesan yang disampaikan mampu menjadi refleksi sekaligus ajakan untuk bersama-sama menciptakan ruang digital yang ramah dan aman bagi generasi muda.

“Generasi dengan digital native ini butuh bimbingan bukan hanya sekadar bisa menggunakan teknologi. Kemampuan teknik harus diimbangi dengan etika dan butuh kerjasama semua pihak untuk melindungi generasi digital,” jelas Liani.

Proses syuting Cyberbullying dilakukan seluruhnya di Kota Makassar. Kehadiran film ini kembali menunjukkan bahwa kota Makassar terus tumbuh sebagai salah satu pusat kreativitas di Indonesia, khususnya dalam sub sektor film sebagai bagian dari ekonomi kreatif.

Pos terkait