Fakta di Balik Pengungkapan Sabu 1 Ton asal Tiongok

  • Whatsapp

Gidion menyebutkan, tiga saksi itu adalah SKS (perempuan), RS (laki-laki), dan JHR (laki-laki). Ketiganya memiliki peran yang berbeda. “SKS dan JHR adalah satu teman. Keduanya asli Serang, Banten. Kalau RS itu asli Jakarta.”

Mantan Kapolres Banyumas, Jawa Tengah, tersebut menjelaskan peran ketiganya sesuai hasil pemeriksaan. Dia menyatakan, SKS berperan sebagai penerjemah.

Bacaan Lainnya

Sebenarnya, sehari-hari SKS tidak berprofesi penerjemah. Namun, karena pernah bekerja di Taiwan, dia paham sedikit bahasa Taiwan.

Dalam menjalankan tugasnya itu, SKS mengajak temannya, JHR. Pelaku membayar SKS hingga belasan juta rupiah. “Kami memperkirakan pelaku membayar SKS dua kali lipat. Angkanya belasan juta,” terang Gidion.

Namun, SKS tidak hanya bertugas sebagai penerjemah para pelaku. SKS, ungkap Gidion, juga bertugas mencarikan lokasi penginapan dan restoran bagi para pelaku. “Pokoknya, SKS ini meng-cover seluruh kebutuhan pelaku. Termasuk mencari sim card (kartu telepon seluler) untuk berkomunikasi,” ucapnya.

Menurut Gidion, SKS dan JHR menemani para pelaku ke mana pun pergi selama hampir sebulan. Para pelaku menginap di salah satu hotel di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Sayang, Gidion enggan menyebutkan nama hotel itu.

Ketika bepergian selama di Jakarta-Anyer, para pelaku menggunakan moda transportasi berbasis online atau aplikasi Grab dengan akun milik SKS. Nah, polisi juga memeriksa RS sebagai sopir Grab yang mengantarkan pelaku.

Gidion mengatakan, meski sudah berinteraksi sekitar sebulan dengan ketiga saksi, para pelaku sangat erat menutup rencana kedatangan paket kiriman di Pantai Anyer. Ketika suatu hari meminta ditunjukkan Pantai Anyer, pelaku bilang hanya ingin memancing dan melihat pemandangan pantai.

Sejak Selasa (11/7) atau dua hari menjelang kedatangan kapal pengangkut sabu-sabu, ketiga saksi sudah tidak diminta menjadi penerjemah atau sopir. Artinya, sejak dua hari menjelang datangnya kiriman sabu-sabu, pelaku tidak lagi menggunakan orang lokal untuk operasi sehari-hari. “Analisis kami, mereka khawatir ketahuan,” kata Gidion.

(jun/sam/c9/owi)

Pos terkait