Tiga Kursi Menteri Sengaja Digoyang

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, JAKARTA – Reshuffle kabinet kembali menghangat setelah tiga kursi menteri sengaja “digoyang-goyang”. Ketiga menteri tersebut adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti; Menteri ESDM, Ignatius Jonan; serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.

Ketiganya disebut-sebut bakal menjadi target reshuffle kabinet oleh Presiden, Jokowi, dalam waktu dekat ini.

Bacaan Lainnya

Kesalahan ketiga menteri tersebut seperti dicari-cari di tengah isu reshuffle yang mencuat. Bahkan Menteri Susi dan Menteri Muhadjir didemo terkait kebijakan mereka, masing-masing soal cantrang dan sekolah delapan jam sehari (full day school).

Menteri Susi tidak heran dengan adanya demo tersebut. Menurutnya, setiap isu reshuffle mencuat, pasti ada demo. “Tahun lalu juga sama. Jadi biasa saja. Menteri lain juga didemo, biasa saja,” ujarnya, seraya menegaskan bahwa presiden mendukung kebijakannya pelarangan cantrang.

Demikian pula Menteri Muhadjir. Dia menegaskan sekolah lima hari tersebut bentuk penerjemahan visi misi presiden terkait pendidikan karakter. Semakin terbukti, karena sudah ada penegasan dari Istana kebijakan tersebut akan diperkuat Perpres.

Meski begitu, soal reshuffle dia menyerahkan kepada presiden. “Menteri itu nggak ada periodenya, terserah presiden. Mau diganti itu hak presiden,” kata Muhadjir belum lama ini.

Tentu saja, isu reshuffle kabinet ini telah membuat kebisingan baru. Ditengarai ada praktik kotor dari sejumlah pihak yang ingin menjadi menteri atau mendorong pembantu presiden dicopot.

“Isu reshuffle membuat sebagian pihak yang ingin menggeser atau bernafsu menjadi menteri pun rajin menebar politik kotor, melalui fitnah yang mengabaikan etika. Kekuasaan telah mengotori ruang publik kita dengan hoax. Politik miskin etika ini sudah terlalu mengotori kehidupan sosial politik kita,” ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, Rabu, 9/8/2017).

Karena itu, dia menyarankan presiden segera memberi kepastian soal kocok ulang kabinet. Hal ini untuk menghindari tambahan polemik kotor di ruang sosial politik nasional.

“Kebisingan politik Indonesia yang cenderung tidak produktif ini, terang mengganggu dan menghabiskan energi positif Indonesia untuk pembangunan. Sikap tegas dan terang presiden penting untuk menghindari polemik yang tidak produktif,” pungkas Dahnil.

Pos terkait