“Kami pelaku usaha Bu, sebenarnya bersyukur sekali karena sudah ada bantuan bibit kepada petani. Ini seharusnya mengurangi salah satu biaya produksi kami. Tetapi malah persoalannya bahan bakunya tidak ada,” ungkapnya.
Padahal untuk bisa menutupi kebutuhan pasar, PT Mutiara Mbok Sri ini memproduksi 7 ton bawang goreng setiap bulannya. Dia juga harus membayar 50 tenaga kerja saat berproduksi. Hufh..
Karena keterbatasan bahan baku itu pula yang membuat Suwarno tak berani melakukan ekspansi pasar ke kota lain. Dia baru saja dikunjungi pengusaha asal Singapura yang tertarik untuk berbisnis bawang goreng dengannya. Suwarno diminta menjadi pemasok bawang goreng ke perusahaan pengalengan daging di Negeri Merlion itu.
“Tapi, saya tak berani menerima tawaran mereka. Karena khawatir tak bisa memenuhi komitmen pasokan bawang goreng yang berkelanjutan sesuai permintaan mereka,” keluh Suwarno.
Saya terdiam. Potensi lokal, dengan bahan baku lokal dan tanah pemberian Tuhan yang khas dan menghasilkan Bawang Batu yang tidak dimiliki daerah lain, harus tersendat-sendat karena persoalan tata kelola yang seharusnya menjadi bagian dari tugas dan pekerjaan pemerintah.
Saya berenung, kadang-kadang kita terlalu jauh melangkah mencari sesuatu yang tidak kita miliki, lalu abai terhadap apa yang sudah ada di genggaman. Seperti kisah bawang lokal ini. Kecil, sederhana, remeh temeh, tapi potensi besar yang terabaikan. Mencari yang lain yang besar? Ibarat pepatah, “Harapkan burung terbang tinggi, Punai ditangan dilepas..” Miris.
Saat ini, tinggal berhitung hari, Sulawesi Tengah akan menghadapi pergelaran akbar Tour de Central Celebes, 6 November 2017. Yaitu lomba balap sepeda level internasional yang start dari Kabupaten Tojo Unauna, melewati Poso, Parigi, Sigi dan finish di Kota Palu.
Pergelaran level dunia ini untuk pertama kali dengan sengaja dihelat oleh Pemerintah Provinsi Sulteng. Peristiwa level internasional juga pernah terjadi di Sulteng saat Gerhana Matahari Total pada 9 September 2015. Ini terjadi karena kehendak Semesta yang spektrum pariwisatanya untuk Sulteng menggema seantero jagad.
Niat baik Gubernur Sulteng H Longki Djanggola yang benar-benar nekad menggelar kegiatan di tengah kondisi ekonomi seperti ini, patut mendapat jempol. Selain bertema olah raga, TdCC juga berefek pada promosi pariwisata Sulteng secara menyeluruh. Coba tengok, berapa banyak hasil yang diperoleh masyarakat, pelaku usaha dan pemprov dari hasil Total Eclips waktu itu?
Semua unit usaha bergerak. Mulai dari usaha hotel sampai Usaha Mikro Kecil dan Menengah menikmati hasilnya. Sampai penjual es tong tong pun laku keras. Semua meninggalkan jejaknya. Baik ataupun buruk.
Jangan lupa, salah satu yang bisa mengingatkan tamu pada tuan rumah adalah oleh oleh yang dibawa pulang. Dan Bawang Goreng adalah salah satunya yang menasional. Nah, bisakah bawang goreng mengiringi dahsyatnya perhelatan ini? Bisakah Bawang Batu kita go internasional dengan bahan bakunya yang limited edition? Wallahu alam.
(***)