PALU EKSPRES, PARIGI – Ratusan warga yang mengatasnamakan Masyarakat Peduli Demokrasi Parigi Moutong (MPDP), kembali melakukan aksi unjukrasa, mendatangi kantor KPU Parimo serta Panwaslu Parimo, Kamis (8/2).
Kedatangan mereka untuk menyampaikan aspirasinya atas keraguan mereka terhadap netralitas Panwaslu Parimo karena tidak menindaki bakal Pasangan Calon (Paslon) Petahana Samsurizal Tombolotutu dan Badrun Nggai (SABAR) atas dugaan pelanggaran yang dilakukan.
Sukri Tjakunu, penanggungjawab aksi unjukrasa tersebut mengatakan, pihaknya meragukan netralitas Panwalu Parimo karena pelanggaran yang harusnya menjadi temuan pihak Panwaslu Parimo, malah hanya ditemukan oleh MPDP.
Padahal telah jelas terjadi dan tersebar pemberitaannya di sejumlah media massa, bahwa bupati Parimo dan wakilnya masih melaksanakan wewenang hingga saat ini.
Menurutnya, dugaan aturan yang dilanggar yakni, Peraturan KPU (PKPU) Parimo No.15 tahun 2017 Pasal 89 ayat 2 yang menyatakan bakal calon selaku petahana dilarang menggunakan wewenang, program dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan enam bulan sebelum tanggal ditetapkan Paslon sampai dengan penetapan calon terpilih.
Sementara kata Sukri, yang bersangkutan masih melaksanakan tugasnya sebagai Bupati dan Wakil Bupati.
Contohnya, melakukan sejumlah pelantikan kepala desa di beberapa tempat di Kabupaten Parimo, melakukan sejumlah peresmian gedung dan menyerahkan sertifikat tanah kepada masyarakat.
“Seharusnya berdasarkan aturan, yang bersangkutan tidak lagi melaksanakan wewenang, kegiatan dan program sebagai Bupati dan Wakil Bupati,” ujarnya saat berorasi di depan KPU Parimo.
Kemudian pada PKPU No.15 tahun 2017 pasal 89 ayat 3 menyatakan, dalam hal bakal calon selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2, yang bersangkutan tidak memenuhi syarat.
Sekaitan hal itu, Paslon Petahana juga kata dia, melanggar UU No 10 tahun 2016 Pasal 71 ayat 3 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pengganti UU No.1 tahun 2014, tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota menjadi undang-undang sebagaimana disebut Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Paslon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan Paslon sampai dengan penetapan Paslon terpilih.