Sejak 1977, Begini Perjalanan Hukum Sengketa Lahan Pemukiman Warga Tanjung Sari

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, PALU – Aksi penggusuran lahan yang dilakukan aparat berwenang atas perintah Pengadilan Negeri Luwuk pada Senin (19/3) kemarin masih menyisahkan sejumlah tanya.

Warga menolak lahan dan bangunan rumahnya dieksekusi. Sementara pihak PN Luwuk tetap bersikukuh dengan putusannya, melakukan eksekusi dibantu 1000 aparat gabungan,  Polisi,  TNI dan Pol PP.

Bacaan Lainnya

Dalam pandangan Komnas HAM perwakilan Sulteng, tindakan eksekusi sudah dalam kategori represif. Sejumlah warga pemilik tanah dan bangunan,  serta para aktivis termasuk pengacara warga, ditangkap.

Dalam siaran persnya yanh diterima redaksi, Ketua Komnas HAM perwakilan Sulteng,  Dedi Askary, SH merunut awal mula sengketa lahan di wilayah Tanjung, Kelurahan Keraton Kabupaten Banggai tersebut.

“Atas nama eksekusi lanjutan, sesungguhnya yang terjadi adalah penggusuran sepihak yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Luwuk,” tegas Dedi dalam siaran persnya.

Tuduhan tindakan penggusuran secara sepihak berbungkus eksekusi lanjutan tersebut kata Dedi bukan tanpa alasan.

“Komnas HAM-RI Perwakilan Sulawesi Tengah melihat telah banyak terjadi pelanggaran secara administrasi dan Hak Asasi Manusia SERIUS termasuk hak atas tanah dalam proses eksekusi lanjutan tersebut,”jelasnya.

Lebih lanjut ia menyampsikan, perlu diketahui, bahwa penggusuran paksa Tanjung Sari dipicu oleh perkara hukum perdata, alias perebutan hak kuasa atas tanah yang telah banyak menempuh prores persidangan.

Proses ini juga telah sampai di tingkat Mahkamah Agung. Namun, dari semua keputusan itu, tidak dinyatakan secara tegas perintah eksekusi atas tanah perkara.

Berikut penjelasan Komnas HAM soal sengketa lahan warga Tanjung Sari:

Sengketa ini berawal pada tahun 1977 di mana pada saat itu, pihak ahli waris dari keluarga Salim Albakar menggugat pihak keluarga Datu Adam atas klaim tanah seluas 38,984 M².

Proses gugatan ini diproses di PN Luwuk dengan keluarnya putusan No. 22/PN/1977 tanggal 12 Oktober 1977, yang memutuskan perkara tersebut dimenangkan oleh pihak Keluarga Datu Adam.

Setahun setelahnya, pihak ahli waris dari keluarga Salim Albakar mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi yang kala itu masih bertempat di Manado, atas putusan tersebut.

Pos terkait