PALU EKSPRES, PALU – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulteng, kepolisian dan jaksa dalam sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) Sulteng berbeda penafsiran memutuskan dugaan pelanggaran pidana Pemilu yang dilakukan politisi Hanura Sulteng, Bayu Alexander Montang.
Akibatnya sentra Gakkumdu kemudian menetapkan dugaan pelanggaran itu tak bisa dilanjutkan ke proses penyelidikan alias dihentikan.
Dugaan pelanggaran Bayu sebelumnya menjadi temuan Bawaslu Sulteng dan telah diregister dengan nomor 4/3/2018. Temuan ini pun telah dibahas bersama polisi dan jaksa dalam sentra Gakkumdu.
Dalam pemuatan iklan itu Bayu turut menyertakan lambang partai Hanura dengan tag line yang dianggap pencitraan diluar dari jadwal kampanye yang telah ditetapkan.
Bawaslu Sulteng berpendapat penayangan iklan yang dipajang Bayu dalam sebuah koran lokal Sulteng, masing-masing edisi 9,12,13 dan 19 Maret 2018 telah memenuhi unsur pelanggaran pidana Pemilu sesuai pasal 492 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Sedangkan kepolisian dan kejaksaan menilai temuan itu belum memenuhi unsur pasal 492. Kedua pihak bersepakat temuan itu tak bisa dilanjutkan ke proses penyelidikan.
Pendapat kepolisian ini diputuskan setelah mendapat penjelasan dari tim ahli dalam hal ini KPU Sulteng.
Dalam Pasal 492 disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja berkampanye di luar jadwal yang ditetapkan KPU untuk setiap peserta pemilu, sebagaimana dimaksud Pasal 276 ayat 2, dipidana maksimal satu tahun penjara dan denda maksimal Rp 12 juta.
Sementara PKPU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2019, mengatur masa kampanye baru bisa dimulai 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husen dalam keterangan persnya Jumat 13 April 2018 di Sekretariat Bawaslu mengakui perbedaan penafsiran itu. Dia menjelaskan jika situasi demikian maka perkara itu tidak bisa dilanjutkan.
“Ini sebagaimana ketentuan dalam peraturan Bawaslu RI terkait sentra Gakkumdu,”jelasnya.
Perbedaan tafsir dalam pasal 492 jelas Ruslan, terletak pada kata ‘setiap orang’. Ruslan menilai kata ‘setiap orang’ yang dimaksud dalam ketentuan itu adalah subjek yang kedudukannya sama dengan kata badan hukum. Badan hukum dimaksud adalah partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2019.