Empat hal kan sudah lumrah. Nyaris semua parpol menjadikannya sebagai syarat mutlak. Ada syarat yang lebih spesifik bagi PDI Perjuangan?
Oh iya. Empat hal yang saya sebut tadi adalah syarat – syarat umum, sifatnya praktis yang harus dipenuhi kandidat sebagai amunisi bertempur di lapangan. Tapi bagi PDI Perjuangan tentu tidak sekadar itu. Bagi kami di PDIP mengusung kandidat bukan sekadar mencalonkan orang. Lalu memang dan selesai. Tetapi harus ada nilai yang menjadi dasar bagi PDIP sehingga harus mencalonkan orang itu.
Apa syarat itu?
Pada setiap calon, kami menguji komitmen ideologinya. Seberapa besar kandidat yang bersangkutan mempunyai komitmen dan konsistensi menjalankan ideologi bangsa. Karena itu adalah jangkar moral bagi seorang pemimpin yang menjamin Indonesia ini tetap tegak. Karena itu kami melakukan tes psikologi. Ini untuk menguji ideologi Pancasila. Bagaimana komitmen dia terhadap keberagaman dan toleransi. Kami di PDI Perjuangan tidak mau kandidat yang ketika terpilih, tapi dia sendiri masih bermasalah dengan ideologi negara. Itu harus klir. Contoh bagaimana PDIP sangat ketat mensyaratkan soal ideologi negara ini sudah banyak.
Bisa disebutkan di mana saja?
Masuknya Pak Djarot di Sumatera Utara, itu contoh konkret, bagaimana PDI Perjuangan sedang memberikan pelajaran penting bagi bangsa ini. Bahwa siapa pun dan darimana pun dia, yang bersangkutan punya kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin di mana pun di wilayah NKRI ini. Pak Gatot yang orang Jawa bisa diorbitkan menjadi calon pemimpin di Sumatera Utara, ini harus dibaca tidak semata-mata dari kaca mata menang dan kalah. Setiap yang ber KTP Indonesia mempunyai hak dan kewajiban politik yang sama di seluruh Indonesia.
Apa pesan yang disampaikan PDI Perjuangan dari pencalonan Pak Djarot ini?
Pesannya jelas. Di tengah situasi bangsa ini yang sedang dicoba dengan isu sektarian dan primordialisme berbasis suku dan kepercayaan tertentu, PDI Perjuangan mencoba mengingatkan bangsa ini. Bahwa kita semua punya hak politik yang sama di seluruh negeri ini. Tidak boleh ada pengaplingan wilayah berdasar pendekatan sektarian. Itu sangat tidak bagus untuk bangsa kita. Bahwa Pak Djarot kalah, itu soal lain. Itu konsekwensi sebuah kompetisi. Tapi paling tidak, dibalik itu ada pelajaran besar yang bisa dipetik bagi bangsa ini.