PALU EKSPRES, PALU– Sekitar 150 warga Desa Karawana Kecamatan Dolo – Sigi mengikuti sosialisasi 4 pilar. Anggota MPR RI Muhidin M Said, menjadi pembicara tunggal pada sosialisasi yang berlangsung di Lapangan Desa Karawana. Sosialisasi empat pilar kali ini sangat relevan. Mengingat sejumlah desa di Sigi pada beberapa tahun belakangan selalu dilanda konflik antarkampung-antar komunitas. ”Beruntung konflik-konflik antarwarga itu, belakangan mulai mereda setelah ada kesadaran dari mereka untuk menjauhi perselisihan yang tidak penting itu,” ungkap Camat Dolo dalam sambutan pendahuluannya. Anggota MPR/DPR RI asal dapil Sulawesi Tengah, Muhidin M Said membuka pemaparannya dengan mengangkat fenomena Piala Dunia di Rusia. Menurut Muhidin, Kroasia yang dikenal dengan gudangnya sepakbola berbakat adalah negara kecil. Negara ini adalah pecahan Yugoslavia yang pecah menjadi beberapa negara merdeka. Kroasia pecah karena mereka tidak mampu menjawab dinamika yang ada dalam negaranya. Perbedaan kepentingan, perbedaan cara pandang terhadap bangsa serta ideologi membuat Yugoslavia tidak mampu menata sosial politiknya. Hingga pada akhirnya mereka pecah menjadi negara kecil-lecil. Ratusan warga Karawana tampak tertegun mendengar penjelasan Muhidin ini. Berbeda dengan Indonesia. Walau sepakbolanya belum sehebat Kroasia, namun negara ini masih mampu mempertahankannya kehutuhannya sebagai bangsa. Karena Indonesia mempunyai Pancasila sebagai perekat beragam perbedaan. Padahal dari sisi kemajemukan negara-negara di Balkan termasuk Yugoslavia belum seberapa jika dibandingkan dengan Indonesia. Indonesia mempunyai 17 ribu pulai besar dan kecil. Ribuan bahasa dan suku serta kepercayaan dan agama. Namun hingga hari ini bangsa ini tetap utuh dan tegak berdiri secara terhormat dengan negara-negara besar lainnya di dunia. ”Kroasia punya sepakbola sehingga ia dikenal. Tetapi kita punya Pancasila yang membuat kita tidak hanya dikenal tapi juga tetap utuh sebagai bangsa,” tandas Muhidin disambut aplaus ratusan warga.
Keutuhan negara ini kata dia, pernah mendapat cobaan dari dalam. Pemberontakan DI/TII, Permesta di Sulawesi dan PKI pada 1948 dan puncaknya pemberontakan tahun 1965. Namun berkat komitmen terhadap Pancasila yang begitu kuat, negara ini bisa tetap utuh dan tegak hingga hari ini. Lanjut Muhidin, hari-hari belakangan ini mulai muncul organisasi berbasis kepercayaan tertentu yang berhasrat mengubah Pancasila menjadi dasar negara. ”Ini saya minta diwaspadai. Jangan sampai ada pihak pihak tertentu yang menghasut bapak/ibu mengubah dasar negara. Pancasila ini sudah final,” ajaknya kepada ratusan warga.