PALU, PE – Apa yang salah dengan perparkiran kita? siapa yang harus disalahkan. Pemerintahkah, juru parkirkah atau warga masyarakatnya? Beragam pertanyaan ini pantas diajukan untuk mengidentifikasi kesemrawutan parkir yang ikut memberi kontribusi pada kemacetan. Parkir merupakan komponen penting dalam sistem mobilitas perkotaan. Ketersediaan parkir memberikan peran yang sangat signifikan dalam pengambilan keputusan mengenai perjalanan seperti pemilihan moda, pemilihan tujuan perjalanan, dan frekuensi perjalanan.
Manajemen parkir yang efektif menghasilkan penggunaan parkir yang lebih efisien dengan cara berbagi, mengatur, dan menetapkan harga hingga menggunakan fasilitas parkir. Adakah ini sudah ada di kota kita? Tampaknya belum. Bahkan mungkin masih jauh. Ketiadaan fasilitas moda transportasi publik yang memadai mengakibatkan warga harus mengandalkan kendaraan pribadi untuk menunjang aktivitasnya. Di sinilah masalah itu muncul. Belum terkelolanya jasa parkir, membawa implikasi kemana-mana.
Mulai dari kesemrawutan kota. Ekonomi biaya tinggi. Pada saat tertentu menjadi biang munculnya banalitas. Sebuah keliaran yang sulit diterima akal sehat. Sebuah sikap atau perilaku yang unpredictable dan cenderung melawan etika dan moralitas yang berlaku.Ya, karena disana ada preman atau begal kawasan yang mengavling wilayah tertentu rawan dan memunculkan masalah sosial.
Di Kota Palu banalitas yang disebabkan rebutan lahan parkir, bahkan sudah pernah terjadi. Sebuah sikap yang walau tidak bisa diterima tapi terpaksa diamini karena pemerintah tidak bisa menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri. Ada sikap permisif dan menganggap sebagai fenomena sosial biasa. Instansi di diknas tehnis juga terkesan tidak bisa berbuat banyak terhadap keliaran parkir itu.
Sejumlah warga Palu bahkan melihat masalah perparkiran sebenarnya mendesak untuk diatasi. Ibu Ani Sumadi (32) ibu rumah tangga di Jalan Mokolembake. Ibu ini termasuk yang gerah dengan banyaknya juru parkir. Namun keberadaan mereka justru tidak memberi kontribusi terhadap tertatanya parkir dengan baik. Malah sebaliknya. Sorotan terhadap kacaunya parkir juga datang dari wakil rakyat.
Rusman Ramli politisi PKS di DPRD Kota Palu, melihat persoalan manajemen perparkiran di Kota Palu, harus disikapi secara cepat oleh Pemerintah Kota. Saat ini masih banyak terdapat kebocoran pendapatan dari sektor parkir. Padahal, potensi pendapatan ke kas daerah sangat besar. “Kita sangat berharap, untuk mencegah kebocoran dari parkir itu, butuh pengelolaan yang maksimal,” kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini, Rabu 3 Agustus 2016 kemarin.
Dinas Perhubungan Kota Palu, sebagai instansi teknis yang menangani parkir bukannya tidak berbuat. Banyak kebijakan telah diambil untuk menatakelola parkir di Kota Palu. Yang terbaru, misalnya, Dishub menggandeng pihak ketiga dengan menggunakan pola zona. Seluruhnya ada delapan orang di delapan zona yang dipercaya sebagai koordinator wilayah alias koordinator lapangan. Tugasnya, menggoordinir juru parkir di wilayahnya masing-masing. Secara teknis tugasnya hanya mengumpulkan setiap hasil jasa dari juru parkir di wilayahnya. Korwil dan korlap ini membawahkan sedikitnya 580 juru parkir di 224 titik yang tersebar di seluruh Kota Palu. Kabid Lalulintas dan Hubda
Dishubkominfo Kota Palu, Denny R Sumolang, menjelaskan pemerintah kota terus melakukan perbaikan dalam menata parkir di Kota Palu. Sebagai kota yang sedang berkembang, masalah perparkiran harus mendapat perhatian ekstra dari semua komponen kota tidak saja pemerintah tapi semua pihak. Manajemen parkir yang baik akan memberi kontribusi terhadap terwujudnya sebuah kota yang layak huni. (kia)