Full Day School Membentuk Karakter Anak

  • Whatsapp

Ardiansyah Lamasitudju

PALU, PE – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ardiansyah Lamasitudju, mengaku merespons dengan baik wacana yang digulirkan Mendikbud Muhadjir Effendi, sekolah konsep full day school  mengutamakan pendidikan karakter daripada akademis. Dengan sistem tersebut, guru akan punya lebih banyak kesempatan untuk menanamkan karakter kepada siswa.

Bacaan Lainnya

Dengan demikian, pendidikan tidak akan melulu berbicara mengenai hal-hal akademis. Menurut Ardiansyah model pendidikan semacam ini di negara maju sudah lama dilakukan. Anak didik  makan dan minum di sekolah dan melakukan aktivitas kegemaran mereka. Sehingga tidak melulu proses belajar mengajar.

Misalnya, jika ada anak yang hobi basket atau voley ball maka mereka akan diarahkan untuk menjalani hobinya. Persoalannya adalah pada kesiapan infrastruktur. Namun menurut mantan Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah Palu ini, jika harus menunggu kesiapan maka kapan itu dilakukan. Menurut dia, jika wacana ini sudah menjadi program pendidikan nasional, untuk Sulawesi Tengah bisa dilakukan secara  bertahap. Misalnya, dalam sehari dalam seminggu.

Soal kesiapan tenaga pengajar, menurutnya bukan sesuatu yang harus dirisaukan. Pada dasarnya guru akan siap menjalankan program ini. Hanya ia menggarisbawahi, konsep  Full Day School ini tidak bisa diserahkan hanya pada guru dan pemerintah saja. Semua stakeholder pendidikan harus terlibat aktif, mulai pemerintah, guru, siswa dan orang tua serta lembaga swasta yang consern dengan pendidikan harus mengambil peran aktif. ”Tapi bagi saya wacana Pak Menteri pantas diapresiasi sebagai langkah konkret pendidikan karakter siswa,” pungkas Ardiansyah. (kia)

Sebelumnya. Mendikbud Muhadjir,  berancang-ancang menasionalkan sistem full day school. Muhadjir mengklaim sudah mendapat restu dari presiden dan wakil presiden untuk menerapkan sistem sekolah sehari penuh tersebut mulai jenjang sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas (SMA). Hal itu didapatkan setelah dia melakukan pertemuan dengan Wapres Jusuf Kalla 8 Juli. “Beliau (Wapres, Red) menyarankan ada semacam pilot project dulu,” kata Muhadjir di kantor Wapres. “Presiden juga sudah mengapresiasi bahkan memberikan contoh-contoh,” lanjut mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Dia menjelaskan, prinsipnya, sistem full day school bakal mengutamakan pendidikan karakter daripada akademis. Dengan sistem tersebut, guru akan punya lebih banyak kesempatan untuk menanamkan karakter kepada siswa. Dengan demikian, pendidikan tidak akan melulu berbicara mengenai hal-hal akademis. Bagi orang tua, terutama di perkotaan, Muhadjir menilai sistem tersebut akan memberikan manfaat lebih. Yakni, mendekatkan orang tua dengan anak. Dengan jam sekolah yang baru berakhir pukul 17.00, orang tua yang umumnya bekerja hingga pukul 16.00 bisa langsung menjemput anak mereka.

Hal itu berbeda dengan kondisi saat ini, yakni siswa rata-rata pulang pukul 13.00. Ada jeda waktu ketika anak tidak berada dalam pengawasan sekolah maupun orang tua. Pada jam-jam itulah rawan terjadi penyimpangan dan salah pergaulan. “Nanti kompensasinya, mungkin hari Sabtu bisa kami liburkan,” terangnya.

Disinggung mengenai detail program tersebut, Muhadjir tidak menjelaskan. Dia beralasan, program itu masih dimatangkan. Jadwal pelaksanaannya pun belum ditentukan. Yang jelas, akan ada program pembelajaran sehari penuh, baik di dalam maupun luar kelas. Sebab, secara psikologis, siswa hanya mampu bertahan beberapa jam di dalam kelas.

Di luar full day school, pihaknya akan merevisi pengertian sekolah gratis. Kemendikbud sedang menyusun konsep sekolah gratis yang tidak mematikan partisipasi masyarakat. Karena berbentuk partisipasi, pengelola dan pengawasnya juga masyarakat. Dalam hal ini orang tua siswa yang tergabung dalam komite sekolah. Pihak sekolah, termasuk kepala sekolah, tidak boleh ikut mengontrol.    Bagaimana respons parlemen? Wakil Ketua Komisi X (bidang pendidikan) DPR Ferdiansyah meminta pemerintah berhati-hati. Dia menegaskan, penerapan full day school harus memperhitungkan banyak aspek. Paling utama adalah kesiapan guru dan infrastruktur sekolah.

“Di dapil saya banyak sekolah yang hanya punya bangunan kelas. Apakah memungkinkan untuk full day?” ungkap politikus Partai Golkar itu. Kemudian, Kemendikbud juga harus menetapkan kurikulum atau panduan anyar untuk mengisi kegiatan siswa sampai pukul 17.00. Pertimbangan berikutnya, banyak anak yang setelah sekolah ikut membantu keluarga. Baik membantu urusan rumah tangga maupun ekonomi keluarga.

Faktor kelelahan dan daya tahan tubuh siswa juga harus dipertimbangkan. ang tidak kalah penting adalah interaksi sosial anak dengan keluarga serta teman bermain di luar sekolah. Jangan sampai seorang kakak tidak pernah berinteraksi dengan adiknya karena lama berada di sekolah.

“Pulang di rumah, adiknya sudah tidur,” tegasnya. Hal senada diungkapkan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti. Dia merasa full day school sangat sulit diterapkan secara nasional. Karena itu, dia berharap pernyataan Mendikbud hanya wacana. “Kalaupun mau diterapkan, harus ada kajian dan dikomunikasikan dengan sekolah, guru, serta masyarakat,” ucapnya. “Ide atau gagasan baik belum tentu berjalan baik pula di lapangan,” lanjutnya.

Dia meminta Mendikbud tidak menganggap semua sekolah baik dan siswa betah berlama-lama di sekolah. Masih ada sekolah yang dirasa tidak aman dan nyaman oleh siswa. Karena itu, sekolah yang seperti itu tidak ideal untuk menerapkan sistem full day. “Ada yang menganggap sekolah itu bukan taman, tetapi penjara. Sebab, sering di-bully temannya,” jelasnya.

Retno mengingatkan Mendikbud agar tidak membuat kebijakan yang justru melanggar hak-hak anak. Sistem sekolah full day harus mempertimbangkan hak serta kebutuhan anak selama masa perkembangan. Dia menegaskan, anak-anak harus tumbuh dan menikmati masa kanak-kanak dengan bahagia dengan tidak diliputi tekanan.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang berpendapat konsep itu belum tentu tepat diterapkan di seluruh daerah. Sebab konsep full day school akan lebih banyak memisahkan peserta didik dari lingkungan sosialnya.

“Saya mendapat banyak masukan dari daerah bahwa pernyataan Pak Muhadjir tentang full day school ini sangat tidak efektif untuk diterapkan di semua wilayah Indonesia, terutama di daerah”, ujarnya  di Jakarta. Kata pria yang akrab disapa Cak Imin itu, kebijakan full day school jika diterapkan akan membuat jenuh peserta didik, mengurangi kualitas hubungan keluarga. Lebih dari itu fungsi institusi madrasah akan terenggut.

“PKB akan memperjuangkan keadilan dalam pendidikan demi pendidikan yang berkualitas. Jangan membebani anak-anak kita dan para guru secara berlebihan,” tegasnya. Sejalan dengan itu, Wakil Ketua Fraksi PKB Maman Imanulhaq mengingatkan Mendikbud bahwasanya, masih banyak sekolah yang tak layak sebagai lingkungan belajar. “Jangankan nyaman bahkan hanya sebagai tempat sekedar berkumpul pun sudah tidak aman,” ketus dia. Oleh karena itu, Maman meminta agar Mendikbud lebih fokus melakukan validasi data dan rehabilitasi kondisi sekolah di banyak wilayah. Apalagi daerah terpencil yang yang rusak, atap bocor, dinding retak, tak ada toilet, tak ada kantin untuk makan siang.

Selain itu ada daerah yang sekolahnya tidak memiliki ruang terbuka untuk bermain dan banyak realitas yang menyedihkan serta membahayakan terhadap siswanya. “Begitu pula soal kualitas, kuantitas dan disribusi guru yang tidak merata,” tutur legislator asal Jawa Barat itu. Untuk itu, Maman berencana untuk melakukan diskusi tentang gagasan Mendikbud soal full day school. “Termasuk mengeksplorasi persoalan pendidikan yang menyangkut nasib guru, sarana pendidikan dan keterlibatan orang tua dan komunitas untuk ikut mendidik anak-anak secara lebih intensif,” pungkasnya. ((kia/byu/wan/via/c5/ang/JPG)

Pos terkait