PALU EKSPRES, PALU- Menanggapi pemberitaan salah satu media harian lokal di Palu, edisi Senin, 5 November 2018 yang berisi pernyataan Anggota Komisi I, DPRD Sulteng, Yahdi Basma yang terang-terangan menyebut bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah bersikap absurd, tidak jelas dan mengacuhkan pengungsi terdampak gempabumi, tsunami dan likuifaksi Palu, Sigi dan Donggala yang berada di Makassar, Sulawesi Selatan serta daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Sehingga, pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah memandang perlu meluruskan ketidakmengertian dan ketidakpahaman anggota DPRD Sulteng tersebut atas standard operasional dan prosedur penanganan korban bencana yang berada di luar daerah bencana.
Demikian disampaikan Karo Humas Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Abdul Haris melalui rilis yang diterima Palu Ekspres, Ahad 3 November 2018.
Haris menjelaskan standar operasional dan prosedur penanganan korban bencana yang berada di luar daerah bencana.
Pertama, katanya, saat ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dibantu seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota sedang berkonsentrasi mengurus pengungsi yang berada di area pengungsian di Kabupaten dan Kota terdampak bencana yang berada di wilayah Pasigala. (Palu , Sigi dan Donggala )
Kedua, terkait penanganan pengungsi terdampak bencana yang berada di luar Provinsi Sulteng adalah sdh menjadi urusan dan kewenangan dari Kementerian Sosial RI berkoordinasi dengan dinas sosial kabupaten/kota, tempat di mana pengungsi berada. Setiap rapat koordinasi, Gubernur Sulteng, Drs. H. Longki Djanggola, M.Si selalu memastikan penanganan pengungsi di luar daerah kepada pendamping Kemensos RI yang ditugaskan di Palu. Dari laporan-laporan itulah disusun rencana aksi bagaimana menangani pengungsi-pengungsi tersebut.
“Jadi tidak benar bahwa Pemprov Sulteng mengacuhkan pengungsi di luar daerah,” tegas Haris.
Sesuai laporan dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di mana pengungsi ada, disusunlah rencana aksi pemulangan. Misalnya melalui bus penumpang umum atau kapal laut.
“Menurut kami, Yahdi justru absurd dan tidak jelas alur pikirnya,” tegasnya.
Haris menggambarkan bagaimana repotnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah bila semua masyarakat pengungsi yang rata-rata pulang kampung itu harus dijenguk.
Sementara mereka selamat dan nyaman berada di tempat keluarganya masing-masing atau di kampung halamannya. Bandingkan dengan saudara-saudari mereka yang bertahan dan berjuang hidup di Palu, Sigi dan Donggala. Mereka melawan ketakutan, memulihkan trauma dan hidup bersama dalam pengungsian yang serba terbatas fasilitasya.
“Justru menurut kami, mereka bersikap masa bodoh dengan saudara-saudari mereka yang bertahan di wilayah terdampak langsung bencana ini,” ungkapnya.
Dari laporan yang ada lanjutnya, banyak dari mereka mengungsi ke Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Surabaya, Balikpapan bahkan ke luar negeri sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Ada pula yang memanfaatkan tumpangan gratis dengan pesawat Hercules dan Kapal Laut ke kampung halaman masing-masing. Mereka berada di tempat nyaman dan aman. Ada pula yang ditampung di Posko-Posko yang sudah disiapkan pemerintah setempat.
Mereka pergi mengungsi ke kampung halamannya atau ke daerah lain. Ada yang tidak memberitahu tetangga, RT, RW , Kelurahan dan kecamatan. Bahkan Pemda Kota Palu dan Kabupaten Sigi, Donggala tidak tahu menahu keberadaan mereka dan tidak punya data yang mengungsi keluar daerah. “Tapi setelah semua keamanan semakin kondusif , keadaan sudah mulai membaik baru mereka mau pulang dan ada sebagian yang minta difasilitasi. Contoh, ongkos pulang,” paparnya. (Humas)