PALU EKSPRES, JAKARTA– Polemik perda syariah yang menuai dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan PDIP terus berlanjut. Namun sikap yang berbeda-beda yang ditentukan Nasdem yang suka mendukung peraturan daerah itu. Kabar soal pendukung koalisi Jokowi-Ma’ruf retak mulai berembus.
Sikap politik Nasdem itu dinyatakan oleh Teuku Taufiqulhadi. Menurutnya, setiap perda dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Karena itu, perda interaktif adalah sebuah hal yang wajar.
“Semua perda dibuat untuk kepentingan keunikan daerahnya. Perda itu dibuat untuk kebutuhan khusus,” katanya kepada wartawan, Selasa (20/11/2018).
Misalnya, kata dia, ada perda guru ngaji. Dibuatnya perda itu adalah karena banyak guru yang ada di sana selama mereka sangat bermanfaat bagi masyarakat dan harus didukung.
“Apakah itu perda agama atau bukan? Kalau saya lihat itu masih berhubungan dengan agama, dan itu tidak masalah,” ucapnya.
Demikian pula di provinsi Aceh. Daerah yang dijuluki Serambi Mekah tersebut menerapkan aturan syariat Islam. Dia mengatakan, soal perda ini tak perlu dipermasalahkan kembali.
“Di Aceh lebih khusus lagi. Provinsi itu memang menerapkan syariat Islam. Jadi, jika ada perda agama, itu relevansi. Kita tidak perlu tarik urat dalam perkara yang sudah jelas itu,” pungkas legislator DPR RI itu.
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, tidak setuju dengan adanya perda syariah. Menurutnya, peraturan di daerah atau tingkat nasional harus ditetapkan hukum konstitusi.
“Buat kami memang tidak ada lagi perda syariah yang ada peraturan daerah kabupaten mana, peraturan daerah kota mana, peraturan daerah yang ada ya seperti itu. Semua harus dari hukum konstitusi kami,” kata Hasto di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat , Senin (19/11/2018).
Sekretaris Tim Kepemimpinan Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf itu menyebut bahwa bahwa Indonesia merupakan negara berbasis hukum, bukan berlandaskan agama.
Namun, Hasto menyebut bahwa ada daerah-daerah tertentu yang dimaklumi menggunakan Perda Syariah sebagai faktor sejarah. Seperti Daerah Istimewa Aceh. “Kalau daerah lain berbeda karena ada masalah di Aceh,” ungkap Hasto.