PALU EKSPRES, JAKARTA– Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikukuh tidak
memasukkan nama Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO)
dalam daftar calon tetap (DCT) Anggota DPD RI di Pemilu 2019.
Sikap ngotot KPU ini dicurigai sarat konspirasi politik.
“Dugaan ini berubah menjadi keyakinan, karena KPU terbukti berani
melawan undang-undang dan putusan peradilan,” tegas Ketua Komite I
DPD RI, Benny Ramdani di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu
malam (19/1/2019).
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah mengabulkan gugatan OSO.
PTUN bahkan mendukung penuh putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah
mengoreksi amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 30/PUU-
XVI/2018, tanggal 23 Juli 2018, tentang Uji Materiil pasal 182
huruf l UU 7/2017 tentang Pemilu.
MA lewat putusan peradian, membatalkan Peraturan KPU (PKPU) RI
dengan alasan putusan MK tidak boleh berlaku surut.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sendiri mewajibkan KPU untuk
segera memasukkan nama OSO ke DCT. Sementara DCT yang lama harus
diubah.
Benny mengingatkan, sikap ngotot KPU akan berimbas kepada seluruh
anggota DPD yang terpilih nanti menjadi tidak sah. Sebab KPU masih
memakai DCT yang lama.
“Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR cacat hukum,
karena seluruh anggota DPD-nya tidak sah secara hukum,” tegasnya.
Bawaslu membolehkan OSO nyaleg lagi dengan catatan jika nanti
dinyatakan lolos ke Senayan, dia harus mundur dari kepengurusan
partai. Namun, KPU tetap berdalil putusan MK.
(wid/rmol)