“Karena sulit pak, kalau kita jauh jauh. Setiap hari kami harus mengawasi kapal kapal kami. Kalau direlokasi ke Duyu, sulit kami beraktivitas,”ujar M Taher yang ditemui di rumahnya
Harapan yang sama diutarakan penyintas dari Kelurahan Tondo Duyu yang saat ini menempati shelter di sebuah lapangan di Kelurahan Tondo.
Koordinator shelter, M Rifai menyebut, dia dan sekitar 76 KK lainnya merupakan nelayan yang sehari hari menambatkan perahu di pesisir pantai Kelurahan Tondo. Sulit kata Rifai jika mereka direlokasi ke tempat yang lebih jauh.
“Bisa dibilang setiap hari nelayan itu turun melaut. Kalau jarak relokasi kita dekat itu akan sangat memudahkan kami,”jelasnya.
Rifai mengaku, telah mendapat informasi akan adanya pembangunan Huntap di Kelurahan Tondo, atau tepatnya diseputaran Kampus Untad Palu. Karena itu, pihaknya mengaku mendukung sepenuhnya rencana itu.
“Kami dukung pak, karena jaraknya dekat. Kalau direlokasi ke Kelurahan Duyu, kami pastikan, saya dan warga lainnya akan menolak,”tegasnya.
Warga Kelurahan Talise, pun demikian. Secara pribadi, Ketua RT 1 dan RW1 Kelurahan Talise, Abdillah menyatakan jika warga yang terdampak tsunami di Pantai Talise di relokasi ke Kelurahan Tondo.
Lagi-lagi alasannya karena faktor jarak. Menurut Abdillah, selain nelayan, warga yang terdampak lainnya di pantai Talise menjalankan profesi pedagang kreatif lapangan.
Sementara rencana pemerintah terhadap PKL tersebut akan mendapatkan bantuan lapak usaha di kawasan hutan kota di Jalan Bukit Jabal Nur.
“Artinya, ini lebih dekat lagi kalau misalnya kami direlokasi ke huntap yang berada di kelurahan Tondo,”ucap Abdillah.
(mdi/palu ekspres)