Rumah Subsidi Harus Dihuni, Bukan untuk Investasi

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, JAKARTA – Kelonggaran kredit fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) ditanggapi positif oleh Realestat Indonesia (REI). Ketua Umum REI Soelaeman Soemawinata menuturkan, relaksasi itu sangat membantu menggairahkan pasar properti.

Eman -sapaan akrab Soelaeman- mengungkapkan bahwa selama empat tahun terakhir harga rumah selalu naik, sekitar 5 persen setiap tahun.

Bacaan Lainnya

Ironisnya, peningkatan tersebut tidak diikuti kenaikan pendapatan masyarakat dengan nilai yang sama. “Padahal, jika disamakan, seharusnya grade income juga sudah naik 20 persenan,” ujar Eman kepada Jawa Pos kemarin (21/2/2019).

Selain itu, relaksasi kredit FLPP akan berdampak positif bagi kalangan yang memiliki income sedikit di atas Rp 4 juta, tapi ingin mendapatkan rumah dengan harga terjangkau.

“Kita bicara tenaga muda milenial dengan range income Rp 4-8 jutaan. Sebenarnya dia membutuhkan rumah, tapi tidak bisa akses FLPP karena barrier gaji itu tadi,” tambah Eman.

Dia menegaskan, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah. Dia juga optimistis kebijakan itu akan menjadi stimulus bagi penjualan properti di kelas middle-low. “Ini akan melebarkan coverage pasar sehingga pada muaranya akan mengurangi backlog yang masih tinggi,” paparnya.

Disinggung mengenai kendala lain di luar konteks pendapatan masyarakat, REI menuturkan, momok utama bagi pengadaan rumah rakyat masih berkutat pada harga tanah dan perizinan. Eman mengakui, pemerintah sudah cukup kooperatif dengan menginisiasi program kerja sama dengan developer berupa keringanan infrastruktur.

“Pemerintah ikut masuk pada investasi infrastruktur, menjamin harga tanah yang digarap developer tidak naik atau tidak bertambah karena beban infrastruktur. Itu cukup membantu,” ujar Eman.

Namun, di sisi lain, urusan perizinan masih disebut banyak menghambat kecepatan pengembang merealisasikan proyek. Meski pemerintah sudah menunjukkan upaya keras dalam mereduksi birokrasi perizinan, menurut Eman, semangat yang sama belum ditemui di pemerintah daerah.

“Sudah ada OSS (online single submission, Red), tapi pengerjaan teknis yang berkaitan dengan otoritas daerah kan bergantung daerah masing-masing. Saat ini kami melihat daerah belum punya visi yang sama untuk percepatan itu,” ucap Eman.

Pos terkait