BERI PENJELASAN; Komisaris PT PJPP, Suardin Suebo bersama Direktur Operasional CNE, Rony Hasan memberi penjelasan soal kondisi keuangan dua perusahaan itu dalam rapat Banggar di gedung DPRD Kota, Selasa 22 November 2016. (foto: Maria Sandipu/PE)
PALU,PE-Pemerintah Kota Palu terancam kehilangan miliaran rupiah PAD dari dua BUMD yang ada. Yakni PAD dari PT Citra Nuansa Elok (CNE) pemilik Mal Tatura Palu (MTP) dan PT Palu Jaya Pusaka Power (PJPP) pengelola PLTU Mpanau.
Dalam rapat Banggar lanjutan RAPBD 2017 di DPRD Kota Palu, Selasa, 22 November 2016 Dinas Pendapatan dan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Palu menegaskan bahwa dua perusahaan milik pemda itu tak bisa diharapkan untuk mendongkrak PAD dalam APBD 2017.
Alasannya, dua perusahaan itu dilarang menyetor oleh BPK RI Perwakilan Sulteng. Karena kondisi keuangan kedua perusahaan itu masih belum stabil dari sisi laba rugi.
Larangan ini diatur dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dan UU PT Nomor 40 Tahun 2007.
Untuk CNE, meski tak lagi memiliki utang pada pihak ketiga (perbankan,red) namun, perusahaan pengelola dan pemilik Mal Tatura itu dinilai oleh BPK belum seimbang secara keseluruhan terkait laporan laba ruginya semenjak berdiri. CNE berdiri sejak 2007 silam.
Meski CNE terus menyetor pada kas daerah bahkan pada 2016 ini, CNE telah menyetor Rp1 miliar lebih namun, setoran itu menurut BPK bukan setoran deviden. Melainkan, pinjaman deviden oleh pemerintah kota pada manajemen CNE.
‘’BPK melarang menyetor karena laba-ruginya belum seimbang,” tandas Kabag Keuangan DPPKAD Kota, Herman dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Dewan, H Basmin Karim.
Sementara, PT PJPP, pengelola PLTU Mpanau, pun demikian. Perusahaan ini ternyata masih memilik utang pada pihak ketiga sebesar US45 juta dollar. Utang itu, konon katanya sebagai beban atas pembelian tambahan dua unit mesin diesel PLTU Mpanau.
Karena masih memiliki utang, olehnya dua perusahaan pemkot ini dilarang untuk menyetor ke kas daerah.
Larangan BPK ini sempat ditentang oleh sebagian besar anggota Banggar. Di antaranya Ishak Cae, Sofyan R Aswin dan Hamsir.
Ketiga wakil rakyat ini lantas menantang akan mengaudit secara terbuka dengan melibatkan auditor independen untuk dua perusahaan ini.
‘’Kalau alasannya neracanya tidak sehat, kita audit saja. Kita minta supaya gelar RUPS di hadapan kami. Sehingga kita bisa lihat apa yang menyebabkan perusahaan ini dinilai tidak sehat secara neraca,” tandas Ishak Cae.
Sementara menanggapi pernyataan para wakil rakyat, baik komisaris PT PJPP, Suardin Suebo maupun Direktur CNE menyatakan tidak mempermasalahkan larangan BPK.
Toh, bila Dewan ngotot agar tetap menyetor kedua pimpinan perusahaan itu menyatakan sanggup.
‘’Uang ada. Kami siap. Tetapi, tentu namanya bukan setoran deviden melainkan pinjaman setoran deviden. Karena memang UU perbankan dan UU PT melarang itu,” tandas Suardin Suebo ditemui usai rapat di luar gedung dewan.
Senada, Direktur Operasional Rony Hassan pun menandaskan hal yang sama. “Kalau dewan paksa kita bayar. Tetapi, bukan setoran deviden. Ini pinjaman pemkot pada kami,” demikian Ronny.
Seperti diketahui, secara proyeksi kedua perusahaan ini dapat menyetor ke kas daerah masing-masing Rp250 juta dari PT PJPP dan sekira Rp1 miliar dari PT CNE.
Setoran ke kas daerah ini didasari besaran saham pemkot yang terdapat dalam perusahaan tersebut.
Untuk CNE, pemkot memiliki saham sekira 98,6 persen. Sisanya saham pihak ketiga. Sementara untuk PT PJPP, saham pemkot hanya sebesar 5 persen.
Sisanya adalah saham milik pihak ketiga yakni PT Toba Grup dan PT Palu Jaya Baru. (mrs)